Kasus Denny Indrayana Mangkrak 10 Tahun, Aktivis Antikorupsi: Selesaikan Dong Jangan Digantung!

Kasus Denny Indrayana Mangkrak 10 Tahun, Aktivis Antikorupsi: Selesaikan Dong Jangan Digantung!


Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah alias Castro menyesalkan didiamkannya kasus korupsi payment gateway yang menyeret dan menjadikan eks Wamenkumham Denny Indrayana sebagai tersangka selama satu dekade.

“Itu lah karena kesalahan aparat penegak hukum, kalau memang dulu ada, merasa ada problem dengan kasus itu, ya seharusnya diselesaikan dong jangan digantung-gantung,” kata Castro saat dihubungi Inilah.com, dari Jakarta, Minggu (25/5/2025).

Ia mempertanyakan kepastian hukum yang seharusnya sudah dikerjakan sejak lama. Casto meminta kepolisian dan kejaksaan memberikan pernyataan resmi, apakah kasus itu dihentikan karena tidak layak atau akan dilanjut sampai tuntas.

“Kalau memang ini misalnya dianggap bersalah ya diproses dong sampai tuntas, karena memang itu akan memberikan jawaban kepastian hukum,” tegasnya.

Inilah.com, sudah mencoba mengonfirmasi terkait adanya desakan penuntasan kasus ini, yang bersangkutan merespons pesan singkat yang dikirimkan, namun menyatakan menolak memberi komentar.

Diketahui, Denny Indrayana telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini pada Maret 2015 silam. Ketika itu, Polri masih dipimpin oleh Jenderal Badrodin Haiti. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.

Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan pada Rabu 25 Maret 2015 .

Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar) Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.

Anton mengatakan, Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

Manuver Denny dalam kasus ini, sambung Anton, kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan.

Atas perbuatannya dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Komentar