Kasus Denny Indrayana Mangkrak Satu Dekade, KPK atau Kejagung Sebaiknya Ambil Alih

Kasus Denny Indrayana Mangkrak Satu Dekade, KPK atau Kejagung Sebaiknya Ambil Alih


Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengambil alih penyidikan kasus dugaan korupsi Payment Gateway yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dari kepolisian.

Pasalnya, kasus ini telah mangkrak selama satu dekade. Denny telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri sejak 2015. “Iya dong dialihkan saja ke KPK atau Kejagung,” kata Hudi saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, dikutip Senin (2/6/2025).

Hudi berharap, jika kasus ini diambil alih oleh KPK atau Kejagung, maka proses hukum bisa dilanjutkan hingga ke pengadilan. “Terus disidangkan atau Kejagung ada hak deponering kan dihentikan. Karena alasan tertentu kan jelas jadinya status beliau,” ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan bahwa lembaganya dapat mengambil alih penanganan perkara yang sedang ditangani oleh kepolisian, termasuk kasus dugaan korupsi Payment Gateway dengan tersangka Denny Indrayana. Namun, pengambilalihan tersebut harus melalui keputusan kolektif kolegial pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Kasus Payment Gateway kembali mencuat ke publik karena nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp32,09 miliar. Meski demikian, kasus ini sejak awal ditangani oleh pihak kepolisian.

Pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan kasus tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian atau kejaksaan. Pengambilalihan dapat dilakukan apabila terdapat kondisi tertentu, seperti laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, proses hukum yang mandek tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, atau indikasi adanya perlindungan terhadap pelaku.

“Menurut UU KPK hal tersebut bisa dilakukan tetapi tentunya harus berdasarkan keputusan pimpinan yang bersifat kolektif kolegial,” kata Tanak saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

Tanak menambahkan, pengambilalihan perkara tidak dapat dilakukan secara sepihak. KPK tetap perlu melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan aparat penegak hukum lainnya.

“Selain itu harus ada koordinasi terlebih dahulu antar APH (Aparat Penegak Hukum), tidak serta merta diambil alih tanpa alasan yang jelas,” ucapnya.

Diketahui, Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Payment Gateway sejak 2015, saat Kapolri dijabat oleh Jenderal Badrodin Haiti. Ia diduga menginstruksikan penggunaan dua vendor dalam proyek Payment Gateway serta memfasilitasi pengoperasian sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud adalah PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan pada Rabu, 25 Maret 2015.

Penyidik memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar). Selain itu, terdapat dugaan pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem tersebut.

Anton juga menambahkan bahwa Denny diduga kuat telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam pelaksanaan program pembayaran paspor secara elektronik. Manuver Denny, menurut Anton, bahkan tidak sepenuhnya disetujui oleh internal Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap memaksakan agar program tersebut tetap berjalan.

Atas perbuatannya, Denny dijerat dengan Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Komentar