Pedagang menata beras yang dijualnya di Pasar Gondangdia, Jakarta, Jumat (4/7/2025). (Foto: Antara)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Para kaum ‘serakahnomics’, istilah bagi fenomena penyimpangan pengusaha nakal, dibuat ketar-ketir. Sebab, Presiden RI Prabowo Subianto sedang ambil ancang-ancang untuk menguasai berbagai sektor strategis di bawah kendali negara, agar manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat.
“Pasal 33 UUD 1045 ini senjata pamungkas. Ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” kata Prabowo di Jakarta, dikutip Kamis (24/7/2025).
Salah satu yang jadi bidikan adalah sektor pangan seperti produksi beras, jagung, dan minyak goreng. Sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kata Prabowo, tidak boleh dikuasai oleh mekanisme pasar.
“Sekarang saya tanya, kalau produksi beras, ini hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi jagung, hajat hidup orang banyak atau tidak? Kalau produksi minyak goreng, hajat hidup orang banyak enggak? Bagaimana Indonesia produsen minyak goreng, produsen kelapa sawit terbesar di dunia, terbesar di dunia, kok bisa minyak goreng hilang, langka?” ujarnya.
Yang paling membekas di benak Prabowo adalah soal dugaan praktik beras oplosan, yang sedang jadi sorotan masyarakat belakangan ini. Dia kesal bukan main, subsidi besar pemerintah dibikin tak tepat sasaran, hasil akhirnya justru dikuasai oleh spekulan. Padahal, sarana produksi pertanian mulai dari benih, pupuk, hingga irigasi dihadirkan dengan menggunakan uang rakyat.
“Beras yang disubsidi ini, yang ditempel katanya beras premium. Harganya tambah Rp5.000 – Rp6.000. Ini, menurut saudara, benar atau tidak? Ini adalah pidana. Ini enggak benar,” ucapnya.
Prabowo menyampaikan praktik manipulasi harga dan pengemasan beras tersebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun per tahun. Untuk itu, ia telah memerintahkan penegakan hukum secara tegas agar praktik tersebut tidak berlanjut.
“Jadi tidak bisa, saya tidak bisa membiarkan hal ini. Saya sudah beri tugas kepada Kapolri dan Jaksa Agung usut, tindak. Usut, tindak, sita. Karena Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara,” tuturnya.
Asal tahu saja, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa empat produsen atas dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam distribusi beras. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membongkar praktik kecurangan tersebut.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Brigjen Helfi menyebut empat produsen yang diperiksa adalah WG, FSTJ, BPR, dan SUL/JG, tanpa merinci materi pemeriksaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, WG mengacu pada Wilmar Group, FSTJ adalah Food Station Tjipinang Jaya, BPR adalah Belitang Panen Raya, dan SUL/JG merupakan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Adapun produk Wilmar Group yang diperiksa meliputi Sania, Sovia, dan Fortune. Sampel beras dikumpulkan dari berbagai wilayah, seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Jabodetabek.
Sementara itu, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) diperiksa atas produk beras merek Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos, yang sampelnya diambil dari Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.
PT Belitang Panen Raya (BPR) diperiksa terkait produk Raja Platinum dan Raja Ultima, dengan sampel diambil dari Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek. Sementara PT Sentosa Utama Lestari (SUL)/Japfa Group diperiksa terkait produk Ayana setelah pengambilan tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.