Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengajukan permohonan pencabutan paspor dan red notice terhadap mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Jurist Tan (JT) kepada Interpol.
“Prosesnya nanti bisa salah satu bisa saja diambil pencabutan (paspor), dan juga nanti red notice akan terbit,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna kepada awak media di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025).
Anang menegaskan bahwa seluruh persyaratan pengajuan permohonan kepada Interpol telah dipenuhi.
“Yang jelas dalam proses. Semua kelengkapan-kelengkapan sudah kita penuhi semua,” ucapnya.
Ia menambahkan, perkembangan lebih lanjut akan disampaikan setelah mendapat persetujuan dari pihak Interpol.
“Yang jelas sudah dibahas bersama dengan interpol. Dan tinggal tunggu approve-nya saja nanti,” ucapnya.
Selain itu, Anang mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mengajukan penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Jurist Tan kepada Hub Inter Polri.
“Ada langkah-langkah hukum yang akan kita ambil. Ya, tentunya nantinya akan penetapan DPO,” ucapnya.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan telah mengantongi informasi keberadaan Jurist Tan yang sempat diduga berada di Singapura sebelum berpindah ke Australia.
“Ada, lah,” kata Anang kepada wartawan, Senin (28/7/2025), saat ditanya soal keberadaan Jurist.
Namun, ia enggan merinci lebih lanjut. “Ya, kita lihat saja nanti,” ujarnya, seraya menyebut bahwa penyidik masih menelusuri jejak Jurist. “Kami sedang berupaya. Tapi penyidik pasti punya cara.”
Menanggapi informasi bahwa Jurist kini berada di Australia, Anang mengatakan, “Kabar, sih, ada. Itu jadi masukan buat kami, dan nanti kami gali.”
Perkara ini telah naik ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Sehari setelahnya, penyidik Kejagung menggeledah dua unit hunian yang diduga milik Fiona Handayani dan Jurist Tan di Apartemen Kuningan Place serta Apartemen Ciputra World 2, Jakarta Selatan. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita 24 barang bukti, termasuk sembilan barang elektronik dan 15 dokumen seperti laptop, ponsel, dan buku agenda.
Jurist disebut sempat terbang ke Australia untuk menemui suaminya, AHD, yang diketahui menjabat sebagai petinggi Google. Pencegahan ke luar negeri yang diajukan Kejagung pada 4 Juni 2025 menjadi tidak efektif karena Jurist telah lebih dulu meninggalkan Indonesia sebelum penyidikan diumumkan.
Data dari Ditjen Imigrasi mencatat bahwa Jurist keluar dari Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 4 Juni 2025 pukul 15.05 WIB, dan hingga 17 Juli 2025 belum tercatat kembali.
Jurist juga tercatat telah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Jampidsus Kejagung sebagai saksi, yakni pada 3 Juni, 11 Juni, dan 17 Juni 2025. Menurut eks Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, Jurist sempat memberikan keterangan secara tertulis, namun dianggap tidak cukup dan tetap memerlukan pemeriksaan langsung.
Jurist kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Juli 2025, namun tetap mangkir dalam tiga panggilan berikutnya, yakni pada 15, 18, dan 21 Juli 2025.
Dalam konstruksi perkara yang diungkap Kejagung, Jurist Tan diduga memiliki peran sentral dalam proyek pengadaan Chromebook. Pada Februari dan April 2020, Nadiem Makarim disebut bertemu dengan perwakilan Google, yakni WKM dan PRA (Putri Ratu Alam), guna membahas kerja sama pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Atas arahan Nadiem, Jurist kemudian menyampaikan permintaan kontribusi investasi sebesar 30 persen dari Google.
Puncak proses terjadi pada 6 Mei 2020, saat Nadiem memimpin rapat daring via Zoom yang dihadiri Jurist Tan, Sri Wahyuningsih (SW), Mulyatsyah (MUL), dan Ibrahim Arief (IBAM). Dalam rapat tersebut, Nadiem memerintahkan agar pengadaan TIK 2020–2022 menggunakan sistem operasi ChromeOS, meski proses pengadaan belum dimulai.
Proyek senilai Rp9,3 triliun itu diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp1,98 triliun akibat praktik mark-up dan selisih harga kontrak dengan harga dari principal.
Kerugian tersebut mencakup pengadaan perangkat keras dan lunak, termasuk aplikasi Classroom Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar, serta mark-up harga laptop di luar CDM sebesar Rp1,5 triliun. Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam perkara ini:
1. Jurist Tan (JT) – Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim
2. Ibrahim Arief (IBAM) – Mantan Konsultan Teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek
3. Sri Wahyuningsih (SW) – Mantan Direktur SD Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen serta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah (MUL) – Mantan Direktur SMP Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen serta KPA Direktorat SMP TA 2020–2021
Untuk kepentingan penyidikan, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah telah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung sejak 15 Juli hingga 3 Agustus 2025. Sementara itu, Ibrahim Arief dikenai tahanan kota lantaran mengidap penyakit jantung kronis. Adapun Jurist Tan belum ditahan karena berada di luar negeri.
Keempatnya diduga telah merekayasa proyek sejak awal, termasuk mengganti sistem operasi dari Windows ke ChromeOS atas perintah langsung dari Nadiem Makarim.