Kejagung Periksa Bos Axioo terkait Korupsi Chromebook

Kejagung Periksa Bos Axioo terkait Korupsi Chromebook


Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa dua saksi kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019-2022, Senin (11/8/2025).

Kedua saksi merupakan petinggi vendor pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek yakni Direktur PT Evercross Technology Indonesia berinisial SWP dan Direktur Utama PT Tera Data Indonusa (Axioo) berinisial MS.

Pemeriksaan kedua saksi dilakukan untuk melengkapi berkas berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Mulyatsyah (MUL), mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Direktorat SMP tahun anggaran 2020–2021.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna.

Sebelumnya, Kejagung telah menaikkan status perkara pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Hingga 15 Juli 2025, Jampidsus telah menetapkan empat tersangka:

1. Jurist Tan – mantan Staf Khusus Mendikbudristek
2. Ibrahim Arief – mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi
3. Sri Wahyuningsih – mantan Direktur Sekolah Dasar dan KPA Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah – mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021

Dalam konstruksi perkara, keterlibatan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim disebut bermula pada Agustus 2019, saat bersama eks stafsusnya, Jurist Tan, dan Fiona Handayani membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” untuk menyusun konsep digitalisasi berbasis ChromeOS. 

Setelah dilantik menjadi menteri pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist untuk menindaklanjuti program tersebut.

Jurist Tan disebut memiliki peran sentral dalam pengadaan Chromebook. Pada Februari dan April 2020, Nadiem Makarim bertemu dengan perwakilan Google, WKM, dan Putri Ratu Alam (PRA) untuk membahas kerja sama pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Atas arahan Nadiem, Jurist menyampaikan permintaan kontribusi investasi sebesar 30 persen dari Google sebagai syarat pengadaan TIK 2020–2022 Kemendikbudristek menggunakan perangkat berbasis ChromeOS atau Chromebook. 

Jurist kemudian menunjuk Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi dan mendorong tim agar fokus pada produk Google. Kajian awal yang tidak mencantumkan ChromeOS ditolak dan diubah sebagai dasar pengadaan resmi. Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim bertemu langsung dengan Google untuk merancang strategi implementasi Chromebook dan Google Workspace.

Puncak proses terjadi pada 6 Mei 2020 saat Nadiem memimpin rapat daring via Zoom yang dihadiri Jurist Tan, Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief. Dalam rapat itu, Nadiem memerintahkan agar pengadaan TIK 2020–2022 menggunakan ChromeOS, meskipun proses pengadaan belum dimulai.

Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah disebut mengarahkan pengadaan ke vendor tertentu, termasuk PT Bhinneka Mentari Dimensi. Vendor tersebut diminta memesan laptop secara mendadak pada malam 30 Juni 2020 di Hotel Arosa, Bintaro. 

Spesifikasi pengadaan dibuat khusus hanya untuk ChromeOS, dengan satu paket berisi 15 laptop dan satu konektor senilai Rp88,25 juta.

Berdasarkan perhitungan Kejagung, kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari markup harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar. 

Total 1,2 juta unit laptop Chromebook dibeli dengan anggaran Rp9,3 triliun, namun dinilai tidak optimal digunakan, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) karena keterbatasan sistem operasi. Para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Komentar