Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung tengah mempertimbangkan mengajukan surat usulan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Pencegahan itu ditujukan terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim serta mantan staf khususnya, Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief.
Langkah ini dipertimbangkan setelah mencuat kabar bahwa Nadiem Makarim masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), serta mangkirnya Jurist Tan dari panggilan penyidik yang disebut-sebut sedang berada di Australia. Pencegahan dimaksudkan agar para pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook berbasis Chrome OS kooperatif hadir dalam pemeriksaan.
“Penyidikan sedang mempertimbangkan untuk meminta pencegahan keluar negeri,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, saat dihubungi Inilah.com, Selasa (3/6/2025).
Sebelumnya diberitakan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT), tidak memenuhi panggilan penyidik Jampidsus Kejagung untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada hari ini, Selasa (3/6/2025).
“Iya, tidak hadir. JT belum ada alasannya (terkait ketidakhadiran),” ujar Harli.
Adapun saksi yang hadir dalam pemeriksaan hari ini berjumlah lima orang, yakni Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah (Dasmen) Hamid Muhammad (HM), serta Sekretaris Ditjen PAUD Dasmen, Susanto (STN).

Selain Hamid dan Susanto, penyidik juga memeriksa Khamim (KHM), Wakil Ketua Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran TIK pada Direktorat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020; Wahyu Haryadi (WH), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat Sekolah Dasar, Ditjen PAUD Dasmen Tahun Anggaran 2020–2021; serta Arief Budiyanto (AB), Anggota Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran TIK pada Direktorat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020.
“Adapun kelima orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Dikbudristek) Republik Indonesia dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019 sampai dengan 2022,” ungkap Harli.
Harli juga membantah kabar bahwa Nadiem Makarim masuk dalam daftar DPO terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019–2022. Ia menegaskan, pemanggilan Nadiem belum dijadwalkan apalagi langsung masuk dalam DPO.
“Wah, itu tidak benar. Saya kira berita itu tidak terkonfirmasi dengan baik ya, jadi tidak benar, karena saya sudah cek ke penyidik yang bersangkutan belum dipanggil dalam proses penyidikan ini apalagi DPO, jadi tidak benar,” katanya kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (2/6/2025).
“Dipanggil dalam proses penyidikan ini apalagi menyatakan DPO jadi tidak benar,” ujar Harli menambahkan.
Ia juga membantah kabar bahwa penggeledahan dilakukan di apartemen milik Nadiem.
“Kami tidak ada melakukan penggeledahan,” ujarnya.
Video penggeledahan yang sempat beredar di media sosial dikonfirmasi Harli sebagai penggeledahan terhadap apartemen milik salah satu eks stafsus Nadiem, yakni Fiona Handayani.
Sebelumnya beredar video di media sosial yang menarasikan bahwa Nadiem Makarim masuk dalam DPO Kejagung terkait kasus korupsi pengadaan Chromebook. Dalam video tersebut, Nadiem disebut terlibat dalam pengadaan laptop senilai hampir Rp10 triliun dan menjadi buronan setelah tidak ditemukan keberadaannya. Video juga memperlihatkan penggeledahan yang diklaim dilakukan di apartemen Nadiem dengan dikawal TNI.
Dalam giat penyidikan baru dilakukan, penyidik Jampidsus telah menggeledah rumah eks stafsus Mendikbudristek, Ibrahim Arief, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (23/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik seperti laptop dan ponsel milik Ibrahim.
Penggeledahan juga dilakukan pada dua unit apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan, Rabu (21/5/2025). Dari lokasi tersebut, penyidik menyita total 24 barang bukti, terdiri dari sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.
Kronologi Korupsi Chromebook
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek ini berlangsung saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Mendikbudristek.
Dalam konstruksi perkara yang disampaikan Harli, disebutkan bahwa pada 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan dasar, menengah, dan atas. Program ini bertujuan mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan sejumlah kendala. Salah satunya, perangkat hanya berfungsi optimal jika tersedia jaringan internet yang stabil. Padahal, infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia saat itu belum merata. Hal ini menyebabkan Chromebook dinilai tidak efektif untuk mendukung pelaksanaan AKM.

Kajian awal berupa “Buku Putih” yang disusun oleh Tim Teknis Perencanaan Pengadaan TIK awalnya merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu berubah menjadi Chrome OS/Chromebook yang diduga tidak didasarkan pada kebutuhan nyata di lapangan.
Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang dikumpulkan, penyidik menemukan indikasi adanya permufakatan jahat. Tim teknis disebut diarahkan untuk menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook, bukan berdasarkan kebutuhan riil satuan pendidikan.
Anggaran pengadaan bantuan TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 ditetapkan sebesar Rp3,58 triliun, ditambah dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6,39 triliun. Total anggaran mencapai Rp9,98 triliun.