Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan siap bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era Menteri Nadiem Anwar Makarim (NAM/NM).
Sebagaimana diketahui, Kejagung saat ini tengah fokus pada penyidikan kasus pengadaan laptop Chromebook. Sementara KPK masih melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi pengadaan layanan penyimpanan sewa Google Cloud.
“Pada prinsipnya kita siap bekerja sama dalam penanganan perkara,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, melalui keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Namun, Anang menegaskan hingga saat ini kerja sama dimaksud belum terealisasi sehingga pihaknya masih menunggu perkembangan lebih lanjut.
“Nanti dalam perjalanannya, pastinya kita akan melakukan komunikasi dan koordinasi juga nantinya dengan rekan-rekan dari KPK. Sampai saat ini sih, nanti kita tunggu lah,” ucap Anang.
Google Cloud
Sebelumnya, Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa perkara yang ditangani pihaknya dan Kejagung merupakan dua hal berbeda, meskipun sama-sama menelusuri dugaan praktik korupsi dalam program digitalisasi pendidikan era Nadiem.
“Kemudian tadi bagaimana memilah perkaranya? Karena memang pengadaan Google Cloud ini masih berkorelasi atau masih berkaitan dengan pengadaan Chromebook yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung,” kata Asep kepada awak media, Kamis (7/8/2025).
Menurut Asep, KPK akan bekerja sama dengan Kejagung dalam supervisi penanganan dua perkara tersebut. Koordinasi dilakukan untuk bertukar informasi, termasuk mengenai kemungkinan keterlibatan Nadiem. Jika ditemukan bukti yang cukup, KPK tidak menutup kemungkinan menaikkan status kasus ini ke penyidikan dan menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
“Jadi kami bekerja sama tentunya tetapi ini hal yang berbeda. Hal yang berbeda antara Chromebook dengan Google Cloud seperti itu,” ujarnya.
Nadiem sendiri telah diperiksa penyelidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud pada Kamis (7/8/2025) selama hampir 9,5 jam, mulai pukul 09.17 WIB hingga 18.43 WIB. Sementara di Kejagung, Nadiem diperiksa penyidik Jampidsus sebanyak dua kali, yakni pada Selasa (15/7/2025) dan Senin (23/6/2025).
KPK tengah menelusuri dugaan korupsi dalam pengadaan Google Cloud pada masa kepemimpinan Nadiem, dengan fokus pada skema sewa dan dugaan markup harga. Kontrak pengadaan Google Cloud disebut bernilai Rp400 miliar per tahun dan telah berjalan selama tiga tahun. Selain potensi kerugian negara, KPK juga menelusuri kemungkinan kebocoran data, mengingat adanya catatan penyalahgunaan data digital di Indonesia. Layanan serupa diketahui digunakan sejumlah kementerian dan lembaga lain. KPK juga mencermati program bantuan kuota internet dalam digitalisasi pendidikan, meskipun detailnya belum diungkap karena penyelidikan masih berlangsung.
Korupsi Chromebook
Sementara itu, Kejagung telah lebih dulu menaikkan status perkara pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Hingga 15 Juli 2025, Jampidsus telah menetapkan empat tersangka:
1. Jurist Tan – mantan Staf Khusus Mendikbudristek
2. Ibrahim Arief – mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi
3. Sri Wahyuningsih – mantan Direktur Sekolah Dasar dan KPA Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah – mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021
Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem disebut bermula pada Agustus 2019 saat bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” untuk menyusun konsep digitalisasi berbasis ChromeOS. Setelah dilantik pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist untuk menindaklanjuti program tersebut.
Jurist Tan memiliki peran sentral dalam pengadaan Chromebook. Pada Februari dan April 2020, Nadiem bertemu dengan perwakilan Google, WKM, dan PRA (Putri Ratu Alam) untuk membahas kerja sama pengadaan perangkat TIK. Atas arahan Nadiem, Jurist meminta kontribusi investasi sebesar 30 persen dari Google sebagai syarat pengadaan TIK 2020–2022 menggunakan laptop berbasis ChromeOS. Jurist kemudian menunjuk Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi dan mendorong tim agar fokus pada produk Google. Kajian awal yang tidak menyebut ChromeOS ditolak dan diubah sebagai dasar pengadaan resmi.
Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim kembali bertemu dengan Google untuk merancang strategi implementasi Chromebook dan Google Workspace. Puncaknya, pada 6 Mei 2020, Nadiem memimpin rapat daring via Zoom yang dihadiri Jurist Tan, Sri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief. Dalam rapat itu, Nadiem memerintahkan agar pengadaan TIK 2020–2022 menggunakan ChromeOS meski proses pengadaan belum dimulai.
Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah disebut mengarahkan pengadaan ke vendor tertentu, termasuk PT Bhinneka Mentari Dimensi. Vendor itu diminta memesan laptop secara mendadak pada malam 30 Juni 2020 di Hotel Arosa, Bintaro. Spesifikasi pengadaan dibuat khusus untuk ChromeOS, dengan satu paket berisi 15 laptop dan satu konektor senilai Rp88,25 juta.
Berdasarkan perhitungan Kejagung, kerugian negara dalam proyek ini mencapai Rp1,98 triliun, terdiri atas markup harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar. Total 1,2 juta unit laptop Chromebook dibeli dengan anggaran Rp9,3 triliun, namun dinilai tidak optimal digunakan, khususnya di wilayah 3T karena keterbatasan sistem operasi.
Para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.