Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan tersangka MSY selaku anggota tim legal PT Wilmar Group memberikan uang suap Rp60 miliar guna memuluskan pemberian putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyebutkan pemberian suap itu berawal ketika tersangka WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, bertemu dengan tersangka AR (Ariyanto) selaku advokat atau penasihat tersangka korporasi dalam kasus korupsi CPO.
“Pada saat itu, Wahyu Gunawan (WG) menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah (CPO) harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” ujar Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa malam (15/4/2025).
Tersangka WG pun meminta tersangka AR untuk mempersiapkan biaya pengurusan perkara.
Hal tersebut lantas disampaikan oleh AR kepada tersangka MS (Marcella Santoso) selaku advokat tersangka korporasi. Mendengar kabar tersebut, MS kemudian menemui tersangka MSY selaku Head Social Security Legal PT Wilmar Group di sebuah rumah makan di Jakarta Selatan.
“Dalam pertemuan tersebut, MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dari WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” kata Qohar.
Menurut Qohar, sekitar dua pekan kemudian, AR kembali dihubungi oleh WG yang menyampaikan agar perkara ini segera diurus.
AR pun menyampaikan kepada MS dan MS kembali menemui MSY di rumah makan yang sama.
Dalam pertemuan tersebut, MSY menyampaikan bahwa biaya yang disediakan oleh pihak korporasi adalah sebesar Rp20 miliar.
Menindaklanjuti hal tersebut, tersangka AR, WG, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) yang pada saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, bertemu di sebuah rumah makan di Jakarta Timur.
MAN dalam pertemuan itu mengatakan bahwa perkara korupsi CPO tersebut tidak dapat diputus bebas, tetapi bisa diputus lepas (ontslag). MAN pun meminta agar uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga sehingga totalnya menjadi Rp60 miliar.
Setelah pertemuan itu, WG meminta AR agar segera menyiapkan uang Rp60 miliar. Permintaan tersebut diteruskan kepada MS dan MS menyampaikannya kepada MSY.
“MS menghubungi MSY dan dalam percakapan itu, MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam bentuk mata uang dolar AS ataupun dolar Singapura,” kata Qohar.
Sekitar tiga hari kemudian, MSY mengatakan bahwa uang yang diminta sudah siap. AR pun menemui MSY di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, untuk menerima uang tersebut. Lantas oleh AR, uang tersebut diantarkan ke kediaman pribadi WG.
Kemudian, WG menyerahkan uang tersebut kepada MAN. Saat penyerahan tersebut, MAN memberikan uang 50.000 dolar AS kepada WG.
Atas perbuatannya, tersangka MSY dikenai Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 13 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, yaitu WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara, MS (Marcella Santoso) selaku advokat, AR (Ariyanto) selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta tiga hakim, yakni DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharuddin), dan AM (Ali Muhtarom).
Adapun putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Rabu (19/3).
Pada putusan ini, para terdakwa korporasi yang meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Kendati demikian, majelis hakim yang terdiri dari tersangka DJU, ASB, dan AM, menyatakan bahwa perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.
Dari hasil pemeriksaan Kejagung, didapatkan fakta bahwa tiga anggota majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas tersebut menerima uang suap. Adapun uang tersebut bersumber dari tersangka MAN yang mendapatkan uang Rp60 miliar dari tersangka MSY.