Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengaku, sudah melayangkan surat edaran ke sejumlah daerah yang menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).Isinya imbauan agar kepala daerah meninjau ulang wacana kenaikan pajak tersebut.
“Kementerian Dalam Negeri sudah mengeluarkan surat edaran yang intinya meminta agar seluruh Kepala Daerah itu berhati-hati dalam melakukan penyesuaian PBB-P2, dan meminta agar daerah-daerah yang mengalami persoalan, artinya warga keberatan untuk meninjau kembali, bahkan membatalkan itu,” ujar Bima kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Dia mengatakan, berdasarkan catatan Kemendagri ada sejumlah daerah yang menaikkan PBB-P2 di atas 100 persen. Dia mendorong kepala daerah melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan.
“Kami sudah mencatat itu memang ada beberapa daerah yang di atas 100 persen, ya tentu harus dikaji ulang dan bahkan kami menghimbau untuk dibatalkan atau ditunda. Beberapa daerah kami catat sudah membatalkan itu,” jelasnya.
Bima menegaskan, pembayaran pajak harus berdasarkan pertimbangan yang matang agar masyarakat tak terbebani. Dia pun meninta daerah agar tak mengandalkan transfer dana pusat sebagai pemasukan daerah.
“Ya pada intinya semua kan harus menjadi bahan pertimbangan bagi Kepala Daerah.Tidak memberatkan warga, menjaga kondusivitas begitu ya. Dan yang paling penting adalah pajak itu seperti disepakati di rapat hari ini ini hanya salah satu instrumen stimulan saja. Jadi nggak boleh menggandalkan pajak saja,” kata dia.
Bersama Komisi II DPR RI, Kemendagri bersepakat agar kepala daerah lebih inovatif untuk mencari pendapatan dari sumber lain.
“Kami bersepakat tadi Kepala Daerah ini didorong untuk lebih kreatif dan inovatif lagi. Ada banyak sekali sumber-sumber pendapatan yang lain,” ucapnya.
Diketahui, ramai-ramai sejumlah daerah kompak menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB). Kehebohan dimulai dari Kabupaten Pati, tapi wilayah yang dipimpin Bupati Sudewo ini bukan satu-satunya. Cirebon, kota di Jawa Barat, bahkan mengerek pajak hingga 1.000 persen. Angkanya 4 kali lipat dari tarif yang sedianya diterapkan Bupati Pati.
Masyarakat pun telah turun ke jalan untuk menentang kenaikan tarif PBB di Kota Cirebon. Mereka menuntut supaya pemerintah membatalkan Peraturan Daerah alias Perda No.1/2024 yang menjadi dasar pengenaan PBB 1.000 persen.
Kenaikan dengan besaran yang sama juga terjadi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Warga membawa ratusan koin rupiah hasil dari membedah celengan untuk membayar pajak untuk memprotes lonjakan pajak PBB yang terjadi secara drastis sejak 2024.
Kabupaten Semarang juga disebut-sebut menaikan tarif PBB hingga 400 persen, meskipun kabar ini langsung dibantah oleh Pemkab Semarang. Situasi yang sama juga terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Pj Sekda Guntur Priambodo buru-buru membantah kabar rencana kenaikan PBB 200 persen.
Terbaru di Bone. Ribuan orang dari berbagai profesi dan Aliansi Rakyat Bone Tolak Pajak 300 Persen sudah memulai aksinya sejak Selasa (18/8/2025) pagi. Mereka sebelumnya berkumpul di lapangan Merdeka Watampone.
Kemudian, massa mulai bergerak pada pukul 13.15 WITA dengan melakukan longmarch ke kantor bupati Bone yang terletak di jalur trans Sulawesi, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Macanang, Kecamatan Taneteriattang Barat.
Massa yang geram karena bupati tidak menemui mereka nekat merobohkan pagar kantor bupati, kemudian dibalas tembakan gas air mata oleh polisi. Hingga pukul 23.55 WITA, massa aksi masih bertahan di beberapa titik untuk menolak kenaikan PPB di Kantor Bupati Bone hingga malam hari. Akhirnya, Pemkab memutuskan menunda kebijakan kenaikan tarif PBB.
Kekisruhan kenaikan terjadi di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya melakukan efisiensi anggaran. Melalui Peraturan Menteri Keuangan alias PMK No.56/2025, pemerintah akan menyasar beberapa pos anggaran dalam transfer ke daerah. Sasaran utamanya anggaran infrastruktur hingga dana otonomi khusus alias otsus