Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta Kementerian Keuangan untuk mengkaji ulang kebijakan penjual toko online atau marketplace dikenakan pajak.
Dia menilai, pengenaan pajak semestinya tidak diterapkan secara terburu-buru, terutama jika belum disiapkan instrumen pendukung yang memadai, baik dari sisi regulasi, sistem, maupun sosialisasi kepada para pelaku usaha.
“Jangan tambah luka rakyat yang sedang berdarah ini. Negara seharusnya jadi pelindung, bukan pemalak yang memanfaatkan keadaan. Kami minta ini dihentikan sementara, dikaji ulang secara komprehensif, dan melibatkan pelaku UMKM secara langsung,” ujar Mufti kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Mufti mengatakan bahwa pajak memang penting untuk pembangunan. Namun, menurutnya, penerapan pajak tidak boleh membabi buta tanpa memperhatikan kemampuan rakyat.
“Kalau pemerintah tetap memaksakan diri tanpa empati dan keberpihakan, maka ini bukan lagi soal fiskal, ini soal keadilan sosial. Jangan sampai negara kehilangan kepercayaan rakyatnya hanya karena kebijakan yang tidak bijak,” kata dia.
Pajak harus proporsional, adil, dan memperhatikan konteks sosial,” sambungnya.
Lebih lanjut, Mufti menilai Pemerintah perlu menjelaskan secara terbuka parameter teknis dari kebijakan ini. Mulai dari batas omzet yang dikenakan pajak, mekanisme pemungutan, hingga tanggung jawab platform sebagai pemungut.
Sebab menurutnya, banyak penjual kecil di platform digital yang belum memiliki pemahaman yang kuat soal administrasi perpajakan, sehingga kebijakan baru semacam ini berisiko menciptakan kebingungan hingga beban tambahan yang justru kontraproduktif terhadap semangat pemberdayaan ekonomi rakyat.
“Edukasi kepada pelaku UMKM dan perlindungan terhadap risiko pungutan ganda juga harus menjadi bagian integral dari kebijakan,” ucap Mufti.
Dia pun berkomitmen untuk terus menyuarakan agar kebijakan pajak bagi toko online dipertimbangkan secara matang. Selain itu, kata Mufti, Pemerintah harus mengedepankan rasa keadilan saat menyusun kebijakan.
“Negara tidak boleh hadir sebagai pemalak. Negara harus hadir sebagai pelindung,” ungkapnya.
Dia mengatakan, di media sosial banyak masyarakat yang menyuarakan kegelisahan mereka atas kebijakan pajak bagi toko online. Pemerintah diminta untuk memperhatikan hal ini.
“Perhatikan apa yang menjadi harapan rakyat. Kebijakan fiskal di ruang publik harus mendukung ekonomi kerakyatan,” jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Rosmauli angkat bicara soal rencana pemerintah yang bakal mengenakan pajak untuk toko online atau marketplace. Pajak penghasilan (Pph) merujuk pada Pph pasal 22.
Dia mengatakan, pada dasarnya kebijakan ini mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
“UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Pedagang orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Rosmauli kepada wartawan, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Dia mengatakan, tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk menciptakan keadilan dan kemudahan. Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy. Selain itu, memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit. Meskipun begitu, dia menyebut kebijakan tersebut masih tahap finalisasi.
“Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik,” kata dia.