Kena Tarif Resiprokal 19 Persen, AMRO Ramalkan Ekonomi RI Anjlok di Bawah 5 Persen

Kena Tarif Resiprokal 19 Persen, AMRO Ramalkan Ekonomi RI Anjlok di Bawah 5 Persen

Iwan Medium.jpeg

Rabu, 23 Juli 2025 – 13:57 WIB

Ilustrasi-Pertumbuhan ekonomi. (Foto: Freepik).

Ilustrasi-Pertumbuhan ekonomi. (Foto: Freepik).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Beberapa waktu lalu, World Bank atau Bank Dunia kompak dengan IMF meramalkan perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,7 persen pada tahun ini.

Angka itu muncul sebelum adanya kesepakatan tarif resiprokal 19 persen dari pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia.

Paling anyar, The ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025, sebesar 4,8 persen. Angka ini turun ketimbang proyeksi AMRO pada Juni lalu, mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa 5 persen.

“Proyeksi terbaru ini, telah memperhitungkan kesepakatan tarif resiprokal 19 persen antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS),” kata Group Head & Principal Economist AMRO, Allen Ng dalam media briefing virtual, Rabu (23/7/2025).  

Meski tarif resiprokal 19 persen turun ketimbang sebelumnya yakni 32 persen, menurutnya, masih tinggi. Sebelumnya, pemerintah AS menetapkan tarif masuk 10 persen untuk produk Indonesia yang masuk. “Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, mencerminkan dampak dari tarif tersebut terhadap lemahnya permintaan domestik,” kata Ng.

Untuk negara-negara Asean+3, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di posisi 4 teratas. Posisi pertama, ditempati Vietnam yang perekonomiannya diprediksikan tumbuh 7 persen. Dikintili Filipina dan Kamboja dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing 5,6 persen dan 5,2 persen.

Sementara, Chief Economist AMRO, Dong He menambahkan, Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asean, memiliki pasar domestik yang sangat besar. Modal itu menjadikan perekonomian Indonesia, sebagian besar ditopang permintaan dalam negeri.

Di sisi ain, kata dia, AS hanya menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia. Beda dengan China yang menyumbang lebih dari dua kali lipatnya (di atas 20 persen).

“Perekonomian Indonesia relatif tidak rentan karena tingkat keterbukaannya terhadap perdagangan internasional juga lebih rendah. Pasar ekspor terbesar Indonesia juga bukan AS. Dari sudut pandang tersebut, Indonesia seharusnya cukup terlindungi dari putaran tarif terbaru yang diberlakukan AS,” ujarnya.

Di sisi lain, dia juga menekankan pentingnya perdagangan internasional bagi perekonomian Indonesia. Seiring dengan hal tersebut, dia menyarankan Indonesia untuk terus mendiversifikasi pasar ekspornya.

He juga menambahkan, perekonomian Indonesia hingga saat ini juga masih berada pada jalur yang baik. Dia mengatakan, momentum pertumbuhan saat ini digerakkan oleh permintaan domestik masih kuat.

“Di sisi lain, kebijakan moneter maupun fiskal dinilai masih memiliki ruang yang cukup untuk menopang perekonomian apabila dibutuhkan,” katanya.
 

Topik
Komentar

Komentar