Kerusuhan Digital tak Bisa Digugat ITE, Wakil Ketua DPR: Bukan Berarti Boleh Seenaknya Bicara

Kerusuhan Digital tak Bisa Digugat ITE, Wakil Ketua DPR: Bukan Berarti Boleh Seenaknya Bicara


Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menghargai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pencemaran nama baik dalam UU ITE yang tak berlaku bagi pemerintah. Meski begitu, dia tetap meminta masyarakat untuk berhati-hati dan menjaga perilaku dalam mengomentari sesuatu.

“Nah walaupun itu kemudian yang diputuskan bunyinya seperti itu. Tetapi juga kita perlu sebagai bangsa Indonesia, orang timur, kita sama-sama tentunya harus menjaga perilaku,” kata Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, ada batas tertentu yang harus disadari oleh masyarakat dalam hidup dan bernegara. “Tentunya juga ada batas-batas yang perlu kita sadari bersama sebagai masyarakat Indonesia. Harus kita batasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pasal menyerang kehormatan atau nama baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dikecualikan untuk lembaga pemerintah hingga sekelompok orang dengan identitas spesifik.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa (30/4/2025).

Dalam putusannya MK menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.”

Pasal 27A UU ITE mengatur perbuatan yang dilarang dalam kegiatan terkait ITE. Pasal tersebut pada mulanya berbunyi “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.”

Sementara itu, Pasal 45 ayat (4) UU ITE berisi tentang ketentuan pidana atas Pasal 27A. Pasal tersebut mengatur setiap orang yang melanggar Pasal 27A UU ITE dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.

Dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan terdapat ketidakjelasan batasan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE sehingga norma pasal tersebut rentan untuk disalahgunakan. Padahal, Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023 yang mulai berlaku tahun 2026, juga sama-sama menggunakan frasa “orang lain” untuk merujuk pada korban pencemaran nama baik.

Merujuk pada Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023, sejatinya telah ditentukan pihak yang tidak bisa menjadi korban dari tindak pidana pencemaran nama baik, yaitu lembaga pemerintah atau sekelompok orang.

Komentar