Ketua Umum PSSI Erick Thohir dalam konferensi pers perubahan jadwal Timnas Indonesia vs Irak dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (Foto: inilah.com/inu)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Ketua Umum PSSI Erick Thohir (Etho) mengungkapkan bahwa pemeringkatan FIFA menjadi salah satu faktor kunci yang menghambat Indonesia untuk menarik pemain-pemain top Eropa dalam program naturalisasi. Selama peringkat Indonesia masih di luar 100 besar dunia, pemain elite dipastikan sulit memilih membela Merah Putih.
“Kalau kita mau pemain top seperti Tijjani Reijnders atau yang sering disebut netizen, itu tidak realistis. Ranking FIFA Indonesia sekarang masih 118. Pemain seperti itu hanya mau bergabung dengan negara yang rankingnya minimal di posisi 50 besar,” kata Erick dalam konferensi pers, Kamis (24/7/2025), di Jakarta.
Naturalisasi Bukan Soal Tekanan Netizen
Menanggapi pertanyaan dari inilah.com soal indikator objektif pemilihan pemain naturalisasi, Erick menegaskan bahwa proses seleksi tidak didasarkan pada tekanan publik, melainkan murni kebutuhan teknis pelatih.
“Pemain naturalisasi itu bukan pilihan saya. Semua harus di-approve oleh pelatih kepala. Jadi apakah dulu Shin Tae-yong, sekarang Patrick Kluivert, semua punya hak penuh atas siapa yang mereka butuhkan. Saya hanya fasilitator,” tegasnya.
Ia juga memastikan proses seleksi saat ini sudah jauh lebih tertata karena disesuaikan dengan sistem permainan lintas level usia.
“Kami sedang membangun sinkronisasi sistem. Pelatih U-17, U-20, U-23, hingga senior tidak bisa lagi asal-asalan dengan formasi berbeda-beda. Harus ada benang merahnya. Karena itu, kita juga rekrut Direktur Teknik dan Director of Football,” imbuhnya.
Respon Soal Pemain Naturalisasi Main di Liga 1
Ketika ditanya soal anggapan netizen bahwa banyaknya pemain naturalisasi yang akhirnya bermain di Liga 1 atau Super League adalah bentuk penurunan kualitas, Erick membantah.
“Pemain main di Liga 1 bukan berarti jelek. Banyak dari mereka tetap kompetitif dan berkontribusi besar ke Timnas. Jangan dilihat dari label klub saja, tapi dari performa dan komitmen mereka di lapangan,” ujarnya.
Menteri BUMN itu juga menyatakan PSSI lebih memilih pemain keturunan atau diaspora yang memang punya komitmen membela Indonesia, bukan sekadar mencari panggung atau karier pendek.
“Kita tidak mau naturalisasi karena tekanan sosial media atau karena nama besar. Kita seleksi hati-hati. Harus ada kecintaan ke Merah Putih. Ini bukan proyek, ini soal identitas dan masa depan sepak bola Indonesia,” ucapnya.
Dua nama pemain diaspora sedang dalam proses administrasi, namun Erick belum bersedia menyebutkan identitasnya karena masih menunggu kelengkapan dokumen dan persetujuan DPR yang kini sedang memasuki reses.