PT Kimia Farma Tbk (kode saham KAEF) belum bisa keluar dari jurang kerugian. Selama tiga bulan pertama tahun 2025 ini misalnya, perusahaan tekor Rp126,44 miliar. Meski angka ini turun 11 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, tetapi Kimia Farma terus mencatat kerugian yang signifikan.
Berdasarkan catatan, emiten farmasi ini tahun 2023 lalu membukukan kerugian Rp1,48 triliun. Kerugian tersebut naik 6,82 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022.
Direktur Utama Kimia Farma Djagad Prakasa Dwialam, dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (31/7/2025), menjelaskan pada tahun lalu, pihaknya menurunkan persentase beban pokok penjualan (COGS) sebesar 1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan beban usaha sebesar 15,68 persen yoy.
Pencapaian ini dilanjutkan oleh perseroan pada Januari hingga Maret 2025 yang mampu menurunkan persentase COGS sebesar 2 persen pada kuartal I 2025 menjadi Rp1,43 triliun dibandingkan dengan kuartal I 2024 sebesar Rp1,71 triliun.
Beban usaha pada kuartal I 2025 juga turun sebesar 11 persen menjadi Rp763,26 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp855,40 miliar.
Disampaikannya, pihaknya terus menggencarkan transformasi bisnis, fokus efisiensi untuk mendorong peningkatan kinerja keuangan, serta melakukan inovasi.
Menurut dia, Kimia Farma sudah berkolaborasi dengan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam mengembangkan sel punca (stem cell) untuk pengobatan masa depan.
Stem cell ini digunakan dalam berbagai pengobatan seperti ortopedi, saraf kejepit, dan urologi. Sejak tahun 2024 fasilitas produksi stem cell telah memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kimia Farma juga melakukan inovasi obat pereda nyeri berupa injeksi Fentakaf. Inovasi ini merupakan langkah nyata Kimia Farma, sebagai bagian dari Holding BUMN Farmasi, dalam memperkuat kemandirian kesehatan nasional. Fentakaf dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat anestesi impor.
Djagad mengatakan bahwa langkah efisiensi dan inovasi yang terus dilakukan perusahaan merupakan antisipasi terhadap berbagai tantangan eksternal dan internal yang dihadapi oleh industri farmasi.
“Kimia Farma berkomitmen untuk terus berinovasi memberikan produk dan layanan kesehatan yang terbaik dalam rangka mendukung kesehatan masyarakat. Kimia Farma juga berperan aktif dalam membantu kemandirian kesehatan nasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, Kimia Farma turut berfokus pada strategi penguatan fundamental bisnis. Perseroan terus memperkuat segmen manufaktur, segmen distribusi, segmen ritel farmasi, serta layanan kesehatan.
Pihaknya meyakini mampu menjaga pertumbuhan kinerja seiring dengan potensi pasar farmasi nasional yang masih tumbuh positif, mengingat pasar obat generik (OGB) nasional pada tahun 2024 tumbuh signifikan, serta kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kesehatan dan belanja kesehatan per kapita di dalam negeri juga diproyeksikan masih terus tumbuh.
Sebagai respons terhadap dinamika industri yang terus berkembang, pihaknya menjalankan transformasi menyeluruh di seluruh lini bisnis untuk memperkuat posisi perusahaan secara berkelanjutan.
Transformasi ini mencakup enam pilar yaitu ketahanan modal kerja, penguatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), digitalisasi proses bisnis, efisiensi operasional, penguatan tata kelola perusahaan (GCG), dan sinergi antar entitas dalam grup.