Komisi III soal Kasus Relawan Jokowi: Berbahaya Biarkan Terpidana Melenggang Bebas 6 Tahun

Komisi III soal Kasus Relawan Jokowi: Berbahaya Biarkan Terpidana Melenggang Bebas 6 Tahun


Anggota Komisi III DPR Abdullah menyatakan, kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina yang belum juga dieksekusi sejak 2019, lebih berbahaya daripada polemik pengibaran bendera One Piece.

“Kasus Silfester Matutina yang sudah berstatus inkrah sejak 2019 dengan putusan 1,5 tahun hukuman penjara, namun belum dieksekusi, ini lebih berbahaya dari polemik pengibaran bendera One Piece,” ucap Abdullah kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Lebih dari itu, kata dia, kasus Silfester ini juga dinilai sebagai bentuk diskriminasi penegakan hukum yang tidak sejalan dengan semangat nilai-nilai keadilan jelang HUT ke-80 RI.

“Eksekusi terhadap putusan kasus Silfester harus segera dilaksanakan. Jika tidak, ini akan menggerus kepercayaan publik dan menghadirkan berbagai pertanyaan, seperti, apakah ada yang membekingi Silfester? Jika ada yang membekingi, hal tersebut dapat disanksi dengan Pasal 421 UU KUHP,” tegasnya.

“Atau, apakah Jaksa lalai atau menyalahgunakan wewenang dengan tidak melakukan eksekusi? Hal ini tentu melanggar Pasal 52 UU Kejaksaan,” lanjutnya.

Abdullah menekankan bila menjunjung supremasi hukum, maka keputusan inkrah kasus Silfester harus segera dieksekusi. Tak hanya itu, belum dieksekusinya Silfester ini menurutnya, juga bertentangan dengan visi misi Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperkuat reformasi hukum.

“Yang salah satu program kerjanya disebutkan menjamin dan menegakkan proses penanganan masalah hukum secara profesional, transparan, dan berintegritas serta mencegah hukum dijadikan sebagai alat politik kekuasaan,” tandasnya.

Diketahui, terpidana kasus fitnah kepada mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester Matutina, mengajukan langkah hukum peninjauan kembali atau PK. Dia mengajukan PK setelah hampir 6 tahun ia tidak dieksekusi oleh jaksa di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kasasi Silfester telah dibacakan pada 16 September 2019. Di tingkat kasasi ia tetap dinyatakan bersalah telah melakukan fitnah dan hukumannya diperberat menjadi pidana penjara 1 tahun 6 bulan.

Sejak putusan terhadap Silfester Matutina berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan Negeri Jaksel selaku jaksa eksekutor telah banyak berganti kepemimpinan. Pada 2019 Kejari Jaksel dipimpin oleh Anang Supriatna, yang saat ini menjabat sebagai Kapala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Kajari Jaksel berikutnya adalah Syarief Sulaeman, yang kini menjabat sebagai Asisten Khusus Jaksa Agung di Kejagung. Dia digantikan oleh Haryoko Ari Prabowo, kini menjabat sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus atau Asipidsus Kejaksaan Tinggi DK Jakarta. Sejak Juli 2025, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dijabat oleh Iwan Catur Karyawan. 
 

Komentar