Kompak ke Luar Negeri, Deputi Gubernur BI hingga Wakil Ketua Komisi XI DPR Mangkir Panggilan KPK

Kompak ke Luar Negeri, Deputi Gubernur BI hingga Wakil Ketua Komisi XI DPR Mangkir Panggilan KPK


Sebanyak tiga saksi mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Kamis (19/6/2025). Mereka kompak tidak hadir dengan alasan tengah berada di luar negeri.

Ketiga saksi tersebut adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta (FH); Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam; serta Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, yang juga menjabat Ketua Panitia Kerja (Panja) Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran OJK.

“Saksi 1, 2, 3 (Filianingsih, Ecky, Dolfie) berhalangan hadir karena ada kegiatan di luar negeri,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (19/6/2025).

Namun, Budi enggan merinci negara tujuan ketiga saksi, termasuk apakah mereka bepergian dalam satu rombongan atau tidak. Ia menyebut informasi itu perlu dikonfirmasi langsung ke penyidik.

“Nanti dicek, tapi di keterangan, ketiga saksi tersebut ada kegiatan di luar negeri sehingga tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini,” katanya.

KPK memastikan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap ketiganya. Namun, waktu pemanggilan ulang belum ditentukan.

“Ya, tentunya KPK akan menjadwalkan ulang karena keterangan-keterangan dari saksi yang dijadwalkan hari ini tentu dibutuhkan penyidik untuk melengkapi keterangan-keterangan yang sudah disampaikan oleh para saksi yang diperiksa sebelumnya,” ujar Budi.

Sebelumnya diberitakan, KPK tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau Corporate Social Responsibility (CSR) BI. Lembaga antirasuah menduga ada aliran dana suap dari program CSR tersebut kepada sejumlah anggota DPR RI, khususnya Komisi XI periode 2019–2024, termasuk Satori dan Heri Gunawan.

Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dana CSR tidak disalurkan langsung kepada individu, melainkan melalui yayasan yang terafiliasi dengan anggota dewan.

“CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2/2025).

Asep menjelaskan, yayasan tersebut biasanya dibuat oleh keluarga atau kerabat anggota DPR untuk menjadi perantara aliran dana.

“Karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya. Jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.

Dana yang masuk ke rekening yayasan kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi para anggota DPR, baik atas nama mereka sendiri maupun melalui nominee.

“Yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya. Ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” lanjut Asep.

Dana itu kemudian digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk membeli aset properti.

“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” imbuhnya.

Untuk menutupi jejak penggunaan dana, yayasan yang bersangkutan membuat laporan fiktif seolah-olah dana CSR digunakan sepenuhnya untuk kegiatan sosial.

“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan,” ujar Asep.
 

Komentar