Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, korban jiwa akibat kelangkaan pangan di Gaza terus bertambah di tengah serangan udara dan bombardir Israel yang tak berhenti. Kondisi ini membuat krisis kemanusiaan semakin parah, dan infrastruktur sipil hancur lebur.
Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), delapan orang, termasuk tiga anak-anak, dilaporkan meninggal dunia dalam 24 jam terakhir akibat malnutrisi dan kelaparan. Laporan ini dikabarkan oleh otoritas kesehatan Gaza pada Rabu (13/8/2025).
“Laporan semacam ini terjadi setiap hari, mencerminkan krisis kemanusiaan yang makin dalam dan kebutuhan mendesak akan bantuan berkelanjutan,” kata OCHA dalam pernyataannya seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (14/8/2025).
Sejak awal tahun, lebih dari 340 anak di Gaza telah ditangani untuk perawatan malnutrisi di lima pusat kesehatan. Data hingga 5 Agustus menunjukkan, total 49 anak meninggal akibat malnutrisi. 39 di antaranya adalah balita.
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, menegaskan bahwa laporan kematian akibat malnutrisi dari otoritas kesehatan Gaza adalah benar. Pernyataan ini disampaikan setelah Israel mempertanyakan kebenaran data tersebut.
Sebuah survei yang dilakukan PBB bersama mitranya pada Juli 2025 terhadap 900 rumah tangga di Gaza, menemukan adanya trauma berkelanjutan. Kondisi ini memicu masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Banyak warga mengungsi dan tinggal di tempat penampungan darurat yang tidak aman, penuh sesak, dan minim privasi.
Untuk mengatasi dampak psikologis, OCHA mengatakan mitra kemanusiaannya telah memulai program dukungan kesehatan mental dan psikososial. Program bertajuk ‘perawatan untuk para perawat’ ini ditujukan bagi tim medis yang juga mengalami trauma.
Selain masalah pangan dan mental, sanitasi buruk dan kelangkaan air bersih juga menjadi persoalan serius. Di Gaza selatan, jalur pipa air Mekorot milik Israel masih rusak selama hampir sepekan.
Sementara itu, pasokan bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza masih jauh dari cukup. Meskipun tim PBB berhasil mengumpulkan makanan dan bahan bakar dari perlintasan Kerem Shalom dan Zikim pada Selasa (12/8/2025), sebagian besar misi bantuan masih ditolak atau dihalangi oleh otoritas Israel.
Menurut OCHA, pasokan barang-barang untuk tempat penampungan sudah menipis. Banyak tenda dan terpal yang perlu diganti. Kondisi ini menjadi sangat mendesak seiring pengumuman perluasan operasi militer Israel di Kota Gaza yang dikhawatirkan akan menimbulkan konsekuensi bencana.
“Masuknya barang memang sedikit memperbaiki situasi pasar, baik dari segi harga maupun ketersediaan. Namun, jumlah bantuan yang bisa masuk ke Gaza tidak memenuhi kebutuhan minimum bagi mereka yang kelaparan,” kata OCHA.