Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu. (Foto: Inilah.com/Rizki Aslendra)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai penanganan perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di era Menteri Nadiem Makarim, perlu dilakukan secara bersama-sama.
Karena itu KPK mengajak aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Polri juga didukung partisipasi masyarakat menangani kasus dugaan korupsi tersebut.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK sekaligus Direktur Penyidikan, Asep Guntur Rahayu mengaku telah menerima Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dari Kejagung, sebagaimana disampaikan oleh eks Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, terkait penanganan perkara dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook.
Asep mengapresiasi langkah Kejagung dalam menangani perkara tersebut, mengingat cakupan pengadaan dalam program digitalisasi pendidikan sangat luas.
“Respons KPK (terhadap Sprindik Kejagung kasus Chromebook), kita tentunya mengapresiasi. Kenapa? Karena tadi sudah saya sampaikan bahwa tindak-tindak korupsi ini spektrumnya ya meluas dan mendalam,” kata Asep, Minggu (27/7/2025).
Ia menegaskan, KPK mendukung penuh penanganan perkara tersebut oleh Kejagung, termasuk membangun sinergi dengan Polri. Asep menilai kolaborasi ini penting agar penanganan perkara korupsi, khususnya dalam program digitalisasi pendidikan, dapat diselesaikan dengan cepat.
“Jadi, kalau itu ditangani sama siapapun, artinya kan ada tiga pihak nih: ada kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Kita tentu akan support. Ditangani kejaksaan, kita support. Kita senang. Kenapa? Karena banyak perkara yang harus ditangani. Tidak hanya ini,” ucapnya.
Asep juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mengawal kasus ini. Menurutnya, tidak satu institusi pun yang bisa bekerja sendiri.
“Karena tanpa masyarakat, tanpa institusi yang lain, susah. Misalkan KPK sendiri, tidak bakal mampu. Atau misalkan kepolisian sendiri tidak akan mampu. Kejaksaan sendiri tidak akan mampu. Jadi kita harus bersama-sama, kita keroyok,” tegas Asep.
Sebagai bentuk sinergi, KPK disebut telah menyerahkan seluruh data penyelidikan terkait Chromebook kepada Kejagung agar proses penyidikan dapat berjalan lebih cepat.
“Tentu kita akan serahkan yang sudah kita ketemu di sini, supaya penyelidikan di Kejaksaan bisa lebih cepat lagi. Kita akan saling mendukung upaya penegakan hukum tindak-tindak korupsi itu,” ujar Asep.
Lebih lanjut, KPK kini memfokuskan penyelidikan pada dugaan korupsi dalam pengadaan layanan Google Cloud, yang juga menjadi bagian dari program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek.
“Ini kita fokus ke Google Cloud. Kan tadi ada pengadaan Chromebook, itu perangkat kerasnya. Nah ini yang penyimpanan,” kata Asep.
Menurutnya, selain Chromebook dan Google Cloud, komponen lain seperti bantuan kuota internet juga menjadi perhatian KPK. Namun, ia belum dapat membeberkan detailnya karena proses masih dalam tahap penyelidikan tertutup.
“Itu juga nanti merupakan bagian-bagian dari itu. Betul, kan ini ada bagian-bagiannya nih. Ada perangkat kerasnya. Ada tempat penyimpanan datanya. Ada paket datanya untuk menghidupkan itu. Iya betul om. Jadi ada beberapa paketnya kan seperti itu,” ujarnya.
Kejagung sebelumnya telah menaikkan status perkara program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Fokus penyidikan berada pada pengadaan laptop Chromebook.
Hingga Selasa (15/7/2025), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menetapkan empat tersangka:
1. Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek
2. Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek
3. Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar sekaligus KPA Direktorat SD TA 2020–2021
4. Mulyatsyah, mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021
Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem disebut bermula sejak Agustus 2019 saat membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani (FN) untuk merancang program digitalisasi berbasis ChromeOS.
Jurist Tan berkomunikasi dengan pihak Google (WKM dan PRA/Putri Ratu Alam) untuk membahas skema co-investment sebesar 30 persen dari Google, dengan syarat semua pengadaan harus berbasis ChromeOS.
Ibrahim Arief selaku konsultan mendorong tim teknis agar pengadaan diarahkan hanya pada produk Google. Setelah kajian awal ditolak karena tidak mencantumkan ChromeOS, kajian baru disusun sebagai dasar pengadaan resmi. Pada April 2020, Nadiem, Jurist, dan Ibrahim bertemu langsung dengan pihak Google untuk menyusun strategi implementasi Chromebook dan Workspace.
Dalam implementasinya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah diduga mengarahkan pengadaan ke vendor tertentu, termasuk PT Bhinneka Mentari Dimensi. Bahkan, pemesanan unit dilakukan mendadak pada malam hari, 30 Juni 2020, di Hotel Arosa, Bintaro. Harga satu paket sekolah mencapai Rp88,25 juta untuk 15 laptop dan satu konektor.
Kejagung mencatat kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari markup harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan lisensi Chrome Device Management (CDM) sebesar Rp480 miliar. Sebanyak 1,2 juta unit Chromebook dinilai tidak optimal di wilayah 3T akibat keterbatasan sistem operasi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.