Gedung KPK di kawasan Kuningan, Jaksel. (Foto: Antara).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar tiga mantan staf khusus (stafsus) Menteri Ketenagakerjaan terkait dugaan praktik pemerasan dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Salah satu saksi yang diperiksa adalah Luqman Hakim, yang diketahui menjabat sebagai stafsus Menaker sejak era Muhaimin Iskandar (Cak Imin) hingga Hanif Dhakiri.
“Hari ini juga dilakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi didalami terkait dengan pengetahuannya tentang praktik-praktik pengurusan TKA pada era tersebut,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025).
Selain Luqman, penyidik juga memeriksa dua stafsus Menaker era Ida Fauziah, yakni Caswiyono Rusydie Cakrawangsa dan Risharyudi Triwibowo. Ketiganya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Ini merupakan pemeriksaan kedua bagi Luqman Hakim, Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, dan Risharyudi Triwibowo. Materi pemeriksaan meliputi dugaan aliran dana hasil pemerasan yang diduga diterima dari para tersangka dalam kasus ini. Caswiyono dan Risharyudi sebelumnya telah diperiksa pada Selasa (10/6/2025), sementara Luqman diperiksa pada Selasa (17/6/2025).
KPK mengungkap bahwa praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA tak hanya terjadi pada periode 2019–2024, tetapi telah berlangsung sejak 2012. Tiga menteri yang menjabat dalam rentang waktu tersebut, yakni Muhaimin Iskandar (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziah (2019–2024), seluruhnya berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
“Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012,” ungkap Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/6/2025).
Budi juga menyampaikan bahwa KPK membuka peluang untuk memanggil para menteri terkait guna dimintai klarifikasi.
“Kemudian, sama terkait menteri, apakah ada KPK potensi sampai ke menteri atau melakukan klarifikasi kepada menteri, tentunya sama dugaan ini ada. Ini merupakan gratifikasinya diterima berjenjang, apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” jelasnya.
KPK sebelumnya telah menetapkan delapan tersangka dalam perkara ini. Total aliran dana hasil pemerasan yang terungkap mencapai Rp53,7 miliar selama periode 2019–2024. Mereka adalah:
1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2024–2025, menerima Rp18 miliar
2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp13,9 miliar
3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA periode 2021–2025, menerima Rp6,3 miliar
4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA periode 2024–2025, menerima Rp2,3 miliar
5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp1,8 miliar
6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, menerima Rp1,1 miliar
7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA periode 2017–2019, menerima Rp580 juta
8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020–2023, menerima Rp460 juta
Selain itu, terdapat aliran dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang diduga dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk “uang dua mingguan”. Dana tersebut juga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama pribadi dan keluarga para tersangka.