Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa keluarnya Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dari rumah tahanan pada Jumat (1/8/2025) merupakan bagian dari agenda berobat yang telah dijadwalkan jauh hari sebelumnya. KPK menegaskan, hal itu tidak terkait dengan kabar hangat mengenai pemberian amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto. Oleh karena itu, Hasto belum dibebaskan dari tahanan.
“Kegiatan berobat sudah diagendakan jauh hari sebelumnya,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
Budi menambahkan bahwa izin berobat Hasto telah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Dan telah mendapat penetapan dari pengadilan,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Hasto Kristiyanto keluar dari Rutan cabang Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat pagi. Ia terlihat mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dan kacamata hitam sebelum memasuki mobil berwarna hitam pada pukul 09.04 WIB.
Isu yang berkembang menyebutkan bahwa Hasto telah memperoleh amnesti berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang diteken Presiden Prabowo Subianto. Namun KPK menyatakan masih menunggu dokumen resmi terkait amnesti tersebut.
“Segera setelah KPK menerima Surat Keputusan Amnesti dari Presiden yang telah mendapat persetujuan dari DPR RI, sesuai amanat Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, maka yang bersangkutan (Hasto) dikeluarkan dari tahanan,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, saat dihubungi wartawan, Jumat (1/8/2025).
Tanak menyebut, hingga saat ini Keppres tersebut belum diterima oleh lembaganya.
“Sampai saat ini belum,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan keputusan memberikan amnesti kepada Hasto. Hal ini tertuang dalam Surat Presiden Nomor R42/Pres/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025 yang ditujukan kepada DPR RI. Dalam surat itu, Presiden mengusulkan pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa DPR telah menggelar rapat konsultasi bersama pemerintah, yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM. Dalam rapat tersebut, DPR menyetujui permintaan Presiden.
“Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco dalam konferensi pers di DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Konferensi pers itu turut dihadiri oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta jajaran Komisi III DPR.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan,” tambah Dasco.
Dasco juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
“Surat Presiden R43/Pres/ tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi terhadap Tom Lembong. Pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujarnya.
Secara hukum, amnesti dan abolisi adalah dua bentuk pengampunan dari negara dengan cakupan berbeda. Amnesti menghapus seluruh akibat hukum dari suatu tindak pidana, sedangkan abolisi menghentikan proses penuntutan perkara yang belum atau sedang berjalan, sehingga tidak berlanjut ke tahap putusan.
Dalam hal ini, Hasto diampuni dari tuduhan tindak pidana korupsi terkait dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap dalam pengkondisian Harun Masiku menjadi anggota DPR RI di KPU. Dengan amnesti ini, seluruh dakwaan terhadap Hasto dihapuskan. Ia pun tidak lagi menjalani hukuman atas vonis tingkat pertama yang menjatuhkan pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara itu, Tom Lembong yang sebelumnya dijatuhi vonis dalam kasus korupsi impor gula selama 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan, kini bebas dari proses hukum lanjutan. Kasusnya dihentikan dan tidak diteruskan ke tahap banding atau kasasi. Ia pun tidak jadi menjalani hukuman.