Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan sekitar 8.400 calon jemaah haji reguler kehilangan kesempatan berangkat pada 2024. Hal ini disebut sebagai kerugian umat akibat dugaan tindak pidana korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
“Ya, bicara kerugian umat ya terkait dengan waktu tunggu ini bisa dibilang menjadi salah satu dampak yang cukup masif ya, karena kalau kita lihat hitungannya artinya ada 8.400 kuota,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).
Menurut Budi, kerugian umat tersebut muncul dari tambahan kuota 20 ribu haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2024. Kuota tambahan itu dibagi rata 50:50, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Padahal, sesuai aturan, pembagiannya seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Artinya, seharusnya ada 18.400 calon jemaah haji reguler yang berangkat pada 2024. Namun, karena pergeseran kuota, hanya 10 ribu jemaah reguler yang berangkat, sementara 8.400 calon jemaah lainnya harus kembali menunggu antrean.
“Digeser ya kan dari yang seharusnya reguler ke khusus ya, dimana reguler itu kan harusnya mendapatkan 18.400 atau 92 persen ya minimal ya, kemudian digeser menjadi 10.000-10.000 artinya kuota reguler ini berkurang 8.400 ya dimana 8.400 ini kan bergeser ke kuota khusus ya, artinya ada jamaah-jamaah yang kemudian antreannya juga digeser yang seharusnya berangkat menggunakan kuota reguler di tahun ini misalnya begitu,” jelas Budi.
Selain kerugian bagi jemaah, kasus kuota haji ini juga menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp1 triliun.
“Karena kemudian ada kuota khusus ya kan maka bisa berdampak pada pergeseran keberangkatan itu juga, artinya itu ada dampak juga yang ditimbulkan dari adanya diskresi penggeseran ini, tentu selain dengan kerugian keuangan negara yang menjadi fokus dari penanganan perkara ini juga,” ujar Budi.
Sebagaimana diketahui, tambahan kuota 20 ribu haji tersebut diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, kuota tambahan itu dibagi rata, 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus. Dari kuota haji khusus, sebanyak 9.222 diperuntukkan bagi jemaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel haji swasta.
Sementara itu, 10 ribu kuota haji reguler dibagikan ke 34 provinsi, dengan jumlah terbanyak di Jawa Timur (2.118 orang), Jawa Tengah (1.682 orang), dan Jawa Barat (1.478 orang). Pelaksanaan pemberangkatan jemaah reguler dikelola langsung oleh Kemenag.
Pembagian kuota tersebut diduga melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur komposisi kuota haji, yakni 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus. Perubahan komposisi itu membuat sebagian dana haji yang seharusnya masuk ke kas negara justru beralih ke travel swasta.
KPK juga menemukan adanya setoran dari perusahaan travel kepada oknum pejabat Kemenag, dengan nilai antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota. Jika dikonversi dengan kurs Rp16.144,45, nilainya setara Rp41,9 juta hingga Rp113 juta per kuota.
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 di Kemenag telah naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa penetapan tersangka. Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.