Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan menelusuri dugaan aliran dana bantuan sosial (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengalir ke partai politik para anggota DPR RI, khususnya Fraksi Partai yang duduk di Komisi XI DPR RI periode 2019–2024.
Saat ini, KPK baru menetapkan dua tersangka dari unsur legislatif, yakni Satori (ST) dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan (HG) alias Hergun dari Fraksi Gerindra, yang saat itu menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR RI 2019–2024.
“Ada hubungannya dengan partai politiknya? Apakah diperintahkan oleh partai politiknya? Kemudian apakah juga ini disetor dan lain-lain? Itu yang sampai saat ini, ini kan baru titik awal ya, titik awal kita akan memperdalam dalam penanganan perkara ini,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).
“Ini nanti akan kita sampaikan, akan kita gali juga ke arah sana gitu ya,” tambahnya.
Dalam perkara ini, KPK juga menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), sehingga lembaga antirasuah akan menelusuri ke mana aliran dana tersebut mengalir.
“Ke mana aliran uang itu bergerak, kita akan selusuri ke tempat-tempat, misalkan pribadi, private, dibelikan untuk aset pribadi, ya kita akan cari dan kita akan sita,” ujarnya.
Asep juga menegaskan, jika ditemukan aliran dana ke partai politik, hal tersebut juga akan ditindaklanjuti. “Ataupun misalkan ke lembaga politik, seperti partai politiknya, tentu juga akan kita susuri,” sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK mencurigai adanya pengelolaan dana CSR BI dan OJK periode 2020–2023 yang disalurkan ke yayasan-yayasan terafiliasi dengan sejumlah anggota Komisi XI DPR RI.
Dana tersebut diduga digunakan untuk mengondisikan persetujuan atas rencana anggaran tahunan BI dan OJK — sebagai mitra kerja Komisi XI DPR — khususnya pada tahun anggaran 2020 hingga 2023 yang kini tengah disidik.
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Komisi XI memiliki kewenangan untuk mewakili DPR dalam memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran tahunan BI dan OJK. Sebelum menyetujui, Komisi XI membentuk Panitia Kerja (Panja) guna membahas pendapatan dan pengeluaran yang diajukan kedua lembaga tersebut.
“Sebelum memberikan persetujuan dimaksud, Komisi XI DPR RI terlebih dahulu membentuk Panitia Kerja (Panja) yang didalamnya termasuk Tersangka HG dan ST, untuk membahas Pendapatan dan Pengeluaran rencana anggaran yang diajukan oleh BI dan OJK,” ujar Asep.
Panja tersebut disebut melakukan rapat tertutup setelah Rapat Kerja Komisi XI bersama pimpinan BI dan OJK setiap bulan November, pada tahun 2020, 2021, dan 2022. Dalam rapat tersebut, sejumlah kesepakatan diambil.
Pertama, BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR, dengan kuota: BI sekitar 10 kegiatan per tahun, dan OJK sekitar 18–24 kegiatan per tahun. Kedua, penyaluran dana dilakukan melalui yayasan milik para anggota DPR. Ketiga, teknis penyaluran dibahas lebih lanjut oleh tenaga ahli (TA) masing-masing anggota DPR bersama pelaksana dari BI dan OJK dalam rapat lanjutan.
“Dalam rapat lanjutan dilakukan pembahasan, di antaranya; jumlah yayasan; teknis pengajuan proposal; teknis pencairan uang; dokumen laporan pertanggung jawaban (LPJ); serta alokasi dana yang diperoleh dari setiap anggota DPR Komisi XI per tahunnya,” ujar Asep.
Setelah rapat Panja selesai, Komisi XI kembali menggelar Rapat Kerja untuk mengesahkan Rencana Anggaran Tahunan BI dan OJK, biasanya sekitar November atau Desember.
Untuk menindaklanjuti hasil rapat teknis tersebut, Heri Gunawan disebut menugaskan tenaga ahlinya, sementara Satori menunjuk orang kepercayaannya untuk membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan sosial kepada BI dan OJK.
“Melalui 4 (empat) Yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi HG dan 8 Yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi ST,” lanjut Asep.
Tak hanya ke BI dan OJK, mereka juga diduga mengajukan proposal bantuan sosial ke mitra kerja Komisi XI lainnya, melalui yayasan-yayasan yang mereka kelola. Namun, KPK belum merinci siapa saja mitra kerja tersebut.
Dana bantuan sosial dari mitra kerja tersebut disebut telah diterima oleh yayasan milik Hergun dan Satori selama periode 2021–2023. Namun, dana tersebut diduga tidak digunakan untuk kegiatan sosial sesuai proposal.
Sebelumnya, KPK menetapkan Satori dan Heri Gunawan sebagai tersangka atas dugaan gratifikasi dalam pengelolaan dana CSR BI dan OJK. Hergun diduga menerima Rp15,86 miliar, sementara Satori sebesar Rp12,52 miliar.
“HG menerima total Rp15,86 miliar. ST menerima total mencapai Rp12,52 miliar,” kata Asep dalam konferensi pers.
Uang tersebut kemudian disamarkan dengan berbagai cara, mulai dari menggunakan rekening atas nama orang lain, hingga pembelian aset pribadi.
Asep menyebut Heri Gunawan meminta anak buahnya membuka rekening baru untuk menampung dana secara tunai.
“HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya.
Sementara Satori juga diduga mencuci uang gratifikasi untuk kepentingan pribadi.
“Deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom mobil, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tambah Asep.
Ia juga menyebut Satori diduga merekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah menyamarkan penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi dalam rekening koran.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.