Pakar keuangan Ferry Latuhihin kembali mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto menghitung ulang anggaran Program Makan Bergizi Gratis. Jika penerima MBG ditetapkan 82 juta orang, rasa-rasanya terlalu jumbo. Tidak tepat untuk saat ini, karena beban anggaran bisa berat dan nyaris jebol.
“Fiskal kita saat ini sedang reot. Harus bayar utang jatuh tempo sekitar Rp800 triliun pada Juni nanti, ditambah defisit anggaran Rp616 triliun. Itu saja sudah di atas Rp1.400 triliun. Kok malah dibebani program MBG untuk 82 juta penerima yang anggarannya ratusan triliun. Ini koplaknomics,” kata Ferry dikutip dari siniar yang dipandu Guru Besar Ekonomi UI, Rhenald Kasali bertajuk #Intrigue, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Selanjutnya, mantan penasihat ahli Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu, mengutip data Center for Indonesian Policy Studies) yang menyebut jumlah rakyat Indonesia yang kekurangan gizi pada 2023 mencapai 21 juta. Misalnya diasumsikan separuhnya adalah anak-anak, maka setara dengan 10,5 juta jiwa.
“Ini saya kritik begini bukan karena saya benci MBG, enggak. Tapi saya pertanyakan kenapa harus 82 juta jiwa. Fokus saja 10,5 juta orang dulu yang dapat MBG. Pilih yang di daerah terpencil atau 3T itu. Anggarannya paling Rp10 triliun atau Rp20 triliun, lebih realistis ketimbang memaksakan 82 juta orang. Sehingga, jangan salahkan jika banyak yang tanya, ini proyek siapa,” imbuhnya.
Dirinya pun menyindir pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Racmat Pambudy yang menyebut program MBG lebih penting ketimbang penciptaan lapangan kerja.
“Dia teman saya, tapi boleh dong saya kritik idenya, bukan pribadinya. Saya bingung, sekolahnya di mana? Di mana-mana, negara itu prioritas menciptakan lapangan kerja, bukan beri makan. Kalau bisa berikan kerja yang layak, otomatis rakyat Indonesia mampu penuhi kebutuhan gizi keluarganya,” kata Ferry yang dikenal sebagai analis pasar modal itu.
Jika Presiden Prabowo tetap memaksakan program MBG menyasar 82 juta penerima, Ferry mengkhawatirkan respons dari pelaku pasar atau pemilik modal. Di tengah seretnya keuangan negara, pemerintahan Prabowo Subianto harus pandai-pandai menetapkan belanja prioritas.
Tegas saja, Ferry menyebut ekonomi Indonesia sedang dalam masalah yang serius. Sengaja dia tidak menggunakan narasi ekonomi Indonesia gelap. Indikatornya jelas, jumlah kelas menengah mengalami penurunan signifikan. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah pada 2019 mencapai 57,33 juta orang. Lima tahun kemudian (2024) turun nyaris 9,5 juta menjadi 47,85 juta jiwa.
“Tahun ini, pasti turun lagi. Karena, saving dari middle class di bank turun nilainya, semula Rp3 juta menjadiRp1,3 juta. Mungkin kini sudah habis, istilahnya makan tabungan. Artinya daya beli melemah. Yang paling eye catching adalah turunnya pemudik sebesar 24 persen, setara 50 juta. Karena rakyat sudah tak punya duit,” terang Ferry.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara menerangkan, realisasi penggunaan anggaran program MBG hingga 29 April mencapai Rp2,3 triliun. “Program MBG telah melayani 3,26 juta penerima manfaat melalui lebih dari 1.100 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG),” ujar Suahasil dalam Konferensi Pers APBN yang disiarkan melalui siniar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (30/4/2025).
Awalnya, kata dia, MBG menargetkan 17,9 juta penerima manfaat, terdiri dari 15,5 juta siswa sekolah dan 2,4 juta ibu hamil, menyusui, serta balita. Namun, dalam arahan terbarunya, Presiden Prabowo meminta peningkatan drastis menjadi 82,9 juta penerima pada tahun ini juga.
Sebagai respons, lanjut Suahasil, Kemenkeu menyiapkan tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun, sehingga total dana untuk program MBG mencapai Rp171 triliun. Program ini akan dijalankan melalui 32.000 SPPG yang akan tersebar di seluruh Indonesia. “Kami siagakan anggaran Rp171 triliun agar pada kuartal IV nanti, seluruh target 82,9 juta bisa tercapai,” kata Suahasil.