ASEAN berencana mulai menghidupkan kembali wacana pembentukan dana moneter regional dan memperkuat keamanan keuangan kawasan.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang saat ini menjabat sebagai Ketua ASEAN dalam wawancara dengan TV BRICS pada Jumat (16/5/2025) menegaskan ASEAN kini tengah bergerak aktif melakukan transformasi, khususnya di bidang moneter, karena dinilai semakin mendesak.
“Salah satu contohnya adalah Chiang Mai Initiative (gagasan Chiang Mai), di mana bank-bank sentral di kawasan bekerja sama dan mendorong penggunaan mata uang lokal, seperti yang sedang berlangsung bersama Thailand, Indonesia, dan China” kata Anwar.
“Ketiganya menargetkan 20 persen transaksi perdagangan dilakukan dengan mata uang lokal, yang nilainya mencapai miliaran dolar,” ujar Anwar.
Menurut anwar, hal itu menjadi langkah awal sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.
“Meski dolar Amerika Serikat (US$) masih menjadi mata uang dominan secara global, kami setidaknya dapat menciptakan ruang perlindungan untuk memitigasi risiko dan melindungi kepentingan nasional,” katanya.
Anwar dalam wawancara itu juga menyinggung pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang akan digelar di Malaysia pada akhir bulan ini, yang menurutnya akan berfokus pada isu-isu ekonomi.
ASEAN adalah organisasi antar-pemerintah yang terdiri dari 10 negara: Indonesia, Vietnam, Laos, Brunei Darussalam, Thailand, Myanmar, Filipina, Kamboja, Singapura, dan Malaysia. Pada 2025, Malaysia memegang keketuaan bergilir ASEAN.
Sebelumnya pada April lalu, Direktur bidang Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai rencana penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan antar negara ASEAN punya hal positif dan negatif.
Hal positifnya, langkah ini bisa mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar US untuk kegiatan perdagangan luar negeri. Dengan menggunakan local currency settlement, maka untuk membeli barang dari Thailand, tidak perlu menggunakan dolar US, melainkan bath Thailand jika dilakukan di Thailand. Atau menggunakan rupiah Indonesia jika dilakukan di Indonesia,” ujar Huda dihubungi Inilah.com, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Hal negatifnya, penggunakan mata uang lokal dalam perdagangan di negara ASEAN masih dipertanyakan karena sulit untuk menentukan nilai tukar yang pasti terhadap produk atau barang dagang.