Legislator Nilai Dokumen Kemendagri soal 4 Pulau ‘Debatable’, Pemda Aceh Bisa Rebut Kembali

Legislator Nilai Dokumen Kemendagri soal 4 Pulau ‘Debatable’, Pemda Aceh Bisa Rebut Kembali


Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyoroti persoalan sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) yang hingga kini belum menemukan titik terang. Dia juga mengatakan dokumentasi yang jadi pegangan Kemendagri juga masih bisa diperdebatkan.

Ia menyakini empat pulau yang kini dinyatakan sebagai wilayah Sumut itu adalah tetap milik Provinsi Aceh. Namun harus ada langkah yang efektif dan implementif untuk mengembalikan empat pulau milik Aceh itu.

“Soal dokumentasi itupun masih diperdebatkan. Tapi saya yakin bahwa empat pulau itu adalah bagian dari Provinsi Aceh,” kata Nasir kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

Dia meminta pemerintah daerah Aceh segera melakukan tindakan strategis untuk kembali mengambil alih 4 wilayah yang kini diakui sebagai wilayah Sumut.

“Karena telah diputuskan oleh Keputusan Mendagri, maka Aceh perlu mengambil sikap dan strategi yang efektif dan implementatif,” ucap legislator asal Aceh ini.

Menurut Nasir, ada peluang hukum dan administratif bagi Aceh untuk mengklaim kembali empat pulau yang disengketakan itu.

“Adanya peluang bagi Aceh untuk mengambil kembali keempat pulau yang diklaim Sumatera Utara secara administratif melalui Keputusan Mendagri,” jelas Nasir.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA menjelaskan kronologi empat pulau di Aceh beralih ke Sumut. Empat pulau itu adalah Pulau tersebut terdiri dari Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang.

Safrizal mengatakan penetapan administrasi keempat pulau ini telah melalui proses verifikasi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dan perubahan status secara definitif melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri).

Proses verifikasi dari keempat pulau yang sebelumnya di kawasan Provinsi Aceh ini telah dilakukan sejak 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri dari Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Dishidros TNI AL, pakar toponimi, serta pemerintah daerah (Pemda) terkait melakukan verifikasi pulau di Provinsi Sumut dan Aceh.

Hasil verifikasi menunjukkan di Provinsi Sumut terdapat 213 pulau, termasuk keempat pulau yang menjadi polemik. Gubernur Sumut saat itu, Alm. Syamsul Arifin turut mengkonfirmasi melalui surat bernomor 125/8199 tertanggal 23 Oktober 2009.

Di sisi lain, pada tahun 2008 Provinsi Aceh, memiliki 260 pulau, namun tidak mencakup empat pulau tersebut saat diverifikasi. Hasil verifikasi itu kemudian dikonfirmasi oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf melalui surat bernomor 125/63033 tertanggal 4 November 2009.

Akan tetapi dalam surat tersebut ada mulai menimbulkan masalah. Pasalnya, Pemerintah Provinsi Aceh mencantumkan perubahan nama empat pulau yang mirip dengan pulau-pulau miliki Provinsi Sumut.

Perubahan nama terjadi pada Pulau Rangit Besar menjadi Mangkir Besar, Rangit Kecil menjadi Mangkir Kecil, Malelo menjadi Lipan, dan Panjang tetap sama.

“Jadi dokumen yang kita baca, kita pelajari, jadi empat pulau yang kita baca memiliki nama yang sama identik dengan pulau yang ada di Sumut. Namun dari hasil pencocokan Tim Pusat dengan menggunakan GIS, empat pulau yang dikonfirmasi Gubernur Aceh tersebut (mempunyai) koordinat berbeda dengan empat pulau di Provinsi Sumatera Utara,” kata Safrizal dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Selanjutnya pada tahun 2017 Kemendagri mengeluarkan Surat Dirjen Bina Adwil Kemendagri Nomor 125/8177/BAK tertanggal 8 Desember 2017 yang menetapkan empat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Provinsi Sumut.

Setahun berlalu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf kembali menyampaikan surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor 136/30705 tertanggal 21 Desember 2018 mengenai revisi koordinat empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil. Ia juga mengirim surat kepada Mendagri bernomor 136/22676 tanggal 31 Desember 2019 soal fasilitasi penyelesaian garis batas laut antara Aceh dan Sumut.

Dan pada tahun 2020, Safrizal mengungkap Kemendagri bersama Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), KKP, Pushidrosal, BIG, LAPAN, dan Direktorat Topografi TNI AD menggelar rapat yang menetapkan status empat pulau tersebut berada dalam cakupan wilayah Provinsi Sumut.

“Akhir di tahun 2020–2021, tim pusat bersidang dan memutuskan dan yang kemudian dituangkan ke dalam Kepmendagri di tahun 2022 menjadi wilayah Sumatera Utara. Kepmendagri 2022 itu kemudian diulang dengan Kepmendagri yang dikeluarkan pada April 2025 dengan isi yang sama,” jelasnya.

Kendati demikian, Safrizal menyatakan pihaknya tetap terbuka terhadap berbagai masukan dari semua pihak, termasuk bila keputusan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tersebut diuji melalui persidangan. Menurutnya, seluruh pulau yang berpolemik merupakan bagian dari NKRI sehingga Kemendagri dipastikan mematuhi putusan pengadilan.

“Kami open mind, kalau nanti diputuskan, misalnya oleh pengadilan bahwa itu (status administrasi empat pulau itu di wilayah) Aceh, kami akan mengubah kodenya menjadi wilayah Aceh. Jadi terbuka, karena masih sama-sama dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

Komentar