Bank Indonesia (BI) ingin menguji coba Payment ID, invoasi sistem pembayaran yang mencatat setiap transaksi pembayaran, dengan format menggabungkan NIK dan kode ID. Sistem ini dapat membuat BI bisa mengintip data transaksi keuangan masyarakat, rencananya akan diluncurkan dan diuji coba pada 17 Agustus.
Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah meminta pelaksanaannya ditunda. Menurutnya, pengawasan melekat melalui Payment ID rentan karena infrastruktur keamanan yang dinilai belum siap.
Legislator PDIP itu juga meminta perbaikan sistem pajak dengan memberikan kompensasi otomatis. Terakhir, dia mendorong penerapan model pelaporan berkala bukan pelaporan per transaksi.
“Kita harus belajar dari negara lain. Insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi. Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini untuk memastikan hak warga terlindungi,” kata Sarifah dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (10/8/2025).
Sarifah mengatakan kebijakan pelaporan dalam transaksi keuangan bukan hal baru dan sudah diterapkan di beberapa negara, namun kebijakan tersebut juga memberikan insentif kepada masyarakatnya.
“Di Australia dan beberapa negara lain, pelaporan setiap pembelian memang ada, tetapi disertai kompensasi nyata seperti tax refund 10-15 persen. Sistem kita belum siap memberikan penghargaan serupa kepada wajib pajak,” ujarnya
Dia melihat ada empat celah atau kelemahan dari penerapan kebijakan ini. Pertama, sistem perpajakan Indonesia dinilai belum mampu memberikan insentif memadai. Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari total 275 juta penduduk.
Kedua, infrastruktur digital Indonesia masih rentan. Menurut Indonesia Data Protection Authority, sepanjang 2023-2024 terjadi 3.814 kasus kebocoran data.
Ketiga, perlindungan hukum bagi korban kebocoran data dinilai belum memadai. Sarifah mencontohkan kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 yang menimpa 279 juta orang, tetapi tidak disertai kompensasi memadai bagi korban.
Termasuk laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencatat 120 ribu rekening nasabah diperjualbelikan di situs media sosial hingga e-commerce. Keempat, data KTP dan NPWP di bank belum terintegrasi sehingga akan menimbulkan permasalahan baru dalam pelaksanaannya.