Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKB Hasbiallah Ilyas menyebut tak ada yang spesial dari bebas bersyaratnya, Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov). Ia menyatakan, seorang terpidana berhak dapat bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga hukumannya.
“Beliau (Setnov) juga telah melunasi uang pengganti. Semua sesuai aturan hukum yang berlaku. Jadi menurut saya bebas bersyaratnya pak Setnov ini tidak ada yang istimewa,” kata Hasbi kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/8/2025).
Ia paham, sebagian publik memaknai putusan Mahkamah Agung (MA) pada Juni lalu, yang mengurangi hukuman Setnov dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara pasca pengajuan peninjauan kembali (PK), sebagai bentuk gangguan terhadap pemberantasan korupsi. Dia menilai, anggapan tersebut berlebihan.
“Sehingga ketika dapat remisi kemerdekaan, beliau bisa langsung bebas bersyarat. Ada pendapat, putusan PK tersebut memberikan dampak negatif terhadap pemberantasan korupsi. Saya pribadi kurang setuju pendapat ini,” tegasnya.
“Tidak mungkin lah gara-gara putusan PK ini terganggu pemberantasan korupsi. Saya yakin pemberantasan korupsi tetap berjalan baik. KPK dan aparat penegak hukum lainnya tidak akan terpengaruh hal ini,” tutur dia menambahkan.
Apalagi, lanjut Hasbi, PK tersebut sudah diajukan 5 tahun lalu. Menurutnya PK sudah terjadi cukup lama dan tidak melalui proses yang tergesa-gesa.
“Jadi ada pertimbangan hakim yang cukup matang dan proses panjang dalam putusan PK ini. Ada yang mendukung atau menentang, itu wajar saja dalam negara demokrasi kita. Jadi selama sesuai aturan, kita harus hormati bersama,” tandas Hasbi.
Diketahui, Setnov sudah bebas sejak Sabtu (16/8/2025). Pembebasan bersyarat ini didapat lewat peninjauan kembali (PK). Meski bebas, dia masih dikenai wajib lapor di Badan Pemasyarakatan (Bapas).
“Karena beliau setelah dikabulkan peninjau kembali 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, dihitung dua pertiganya itu dapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” ujar Kakanwil Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat (Jabar) Kusnali, dikutip di Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Setnov adalah terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Pada 2018, Novanto divonis hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, dia juga dibebani membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dititipkan ke KPK subsider 2 tahun penjara. Novanto juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani masa pemidanaan.
Pada Juli 2025, MA mengabulkan PK Novanto. Hukuman Novanto disunat dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara. Selain menyunat hukuman penjara, majelis hakim PK mengurangi pidana tambahan Novanto.
Hakim PK mengubah hukuman pencabutan hak menduduki jabatan publik Novanto dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. Putusan PK Novanto diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.