Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat memproses hukum entitas asing seperti perusahaan Google, yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022. Dugaan tersebut khususnya terkait pengadaan laptop dengan sistem operasi Chrome atau Chromebook.
Menurut Boyamin, Kejagung memiliki rekam jejak menangani perkara yang melibatkan entitas asing, begitu pula dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalau ini entitas asing nggak masalah. Kejaksaan Agung juga pernah menangani perkara-perkara dengan entitas asing kok gitu. Jadi KPK juga pernah entitas asing,” kata Boyamin saat dihubungi Inilah.com, Jumat (30/5/2025).
Boyamin mencontohkan beberapa kasus sebelumnya yang melibatkan pihak asing ditangani Kejagung, seperti perkara pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI. Dalam kasus itu, CEO perusahaan asing Navayo International AG, Gabor Kuti, ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, ada dua warga negara asing (WNA), Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi, yang diadili secara in absentia (sidang tanpa kehadiran terdakwa) dalam kasus Bank Century.
“Itu kan orang luar negeri semua dan berkaitan dengan perusahaan-perusahaan investasi yang perusahaan asing. Tapi kemudian juga disidangkan meskipun sampai sekarang orangnya belum ditangkap (Warraq dan Rafat),” ucapnya.
Lebih lanjut, Boyamin menyoroti temuan Tim Penyidik Jampidsus Kejagung yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. Temuan itu menyebutkan bahwa mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT), diduga terlibat dalam penyusunan kajian teknis agar pengadaan diarahkan ke produk Chromebook. Informasi yang didapat redaksi Inilah.com juga menyebut bahwa suami JT adalah petinggi Google Asia Tenggara, yang merupakan warga negara Australia.
Menurut Boyamin, suami JT perlu dipanggil oleh Kejagung untuk mendalami potensi konflik kepentingan dalam proyek pengadaan Chromebook tersebut.
“Jadi konflik kepentingan itu. Apalagi ini diduga merubah kajian. Bahwa kajiannya mestinya itu laptop biasa gitu… Nah ini perlu suaminya dipanggil gitu,” ungkapnya.
Kontruksi Perkara Chromebook
Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung telah menaikkan status perkara dugaan korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek tersebut berlangsung ketika Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek).
Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan Harli Siregar, disebutkan bahwa pada tahun 2020, Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan tingkat dasar hingga menengah dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Berdasarkan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019, ditemukan berbagai kendala. Salah satunya adalah perangkat hanya dapat berfungsi secara optimal apabila didukung oleh jaringan internet yang stabil, sementara infrastruktur internet di berbagai wilayah Indonesia saat itu belum merata. Akibatnya, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif untuk pelaksanaan AKM.
Kajian awal yang tertuang dalam Buku Putih merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu kemudian diubah dengan kajian baru yang mendorong penggunaan sistem operasi Chrome/Chromebook, yang diduga tidak berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.
Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, ditemukan dugaan adanya persekongkolan atau permufakatan jahat. Tim Teknis baru diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan penggunaan Chromebook, bukan berdasarkan kebutuhan aktual untuk mendukung AKM dan kegiatan belajar mengajar.
Akibatnya, Kemendikbudristek menganggarkan pengadaan bantuan TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 sebesar Rp3.582.607.852.000. Ditambah dengan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6.399.877.689.000, total anggaran pengadaan mencapai Rp9.982.485.541.000.
“Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” jelas Harli dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).
Sebagai bagian dari penyidikan, penyidik telah menggeledah dua unit apartemen yang diduga milik mantan staf khusus Mendikbudristek, yaitu Fiona Handayani (FH) dan Jurist Tan (JT), pada Rabu, 21 Mei 2025. Penggeledahan dilakukan di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2, Jakarta Selatan.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita 24 barang bukti yang terdiri dari 9 barang bukti elektronik dan 15 dokumen, termasuk buku agenda, laptop, dan ponsel. Selain itu, penyidik juga telah memeriksa 28 saksi, termasuk dua mantan staf khusus Mendikbudristek.