Malaysia Sebut Blok Ambalat Jadi ‘Laut Sulawesi’, Komisi I Minta Pemerintah Waspada dan Ambil Langkah

Malaysia Sebut Blok Ambalat Jadi ‘Laut Sulawesi’, Komisi I Minta Pemerintah Waspada dan Ambil Langkah


Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menegaskan, Indonesia tetap memegang prinsip kedaulatan berdasarkan hukum internasional dalam menyikapi pernyataan resmi Pemerintah Malaysia yang memilih menggunakan istilah ‘Laut Sulawesi’ dan bukan ‘Blok Ambalat‘ merujuk wilayah maritim Blok ND6 dan ND7 yang masih menjadi sengketa.

“Khususnya Perjanjian Landas Kontinen 1969 serta Hukum Laut UNCLOS 1982, dan tidak akan mengabaikan nomenklatur yang telah menjadi bagian dari posisi resmi kita selama dua dekade terakhir,” ujar Dave kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Komisi I DPR memandang penyebutan istilah Blok Ambalat bukan sekadar soal nama, melainkan bagian dari penegasan klaim wilayah yang sah dan telah menjadi bagian dari proses diplomatik dan teknis yang panjang.

“Oleh karena itu, setiap perubahan terminologi yang dilakukan oleh pihak lain harus dicermati secara serius karena berpotensi memengaruhi persepsi publik dan posisi hukum dalam negosiasi batas maritim,” ujarnya.

Ia menyebut, tentu Indonesia menghargai komitmen Malaysia untuk menyelesaikan isu ini secara damai dan melalui negosiasi bilateral, mediasi, ataupun arbitrase.

Namun, sambung Dave menekankan, Indonesia juga harus tetap waspada dan melakukan langkah antisipatif, baik melalui penguatan posisi hukum, diplomasi bilateral, maupun pengawasan di lapangan. 

Komisi I DPR akan terus mendorong pemerintah agar menjaga konsistensi dalam penyebutan wilayah, memperkuat koordinasi antar lembaga, dan memastikan setiap langkah negosiasi tetap berpijak pada prinsip kedaulatan dan kepentingan nasional.

Kemudian dengan belum tercapainya kesepakatan final antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia terkait delimitasi atau pengelolaan bersama Blok ND6 dan ND7 di wilayah Ambalat. Komisi I DPR mendorong pendekatan diplomatik yang konsisten dan berbasis hukum internasional, termasuk melalui ASEAN dan forum maritim regional, guna menjaga kepentingan nasional secara berkelanjutan.

“Sebagai bagian dari strategi tersebut, perlu diperkuat kehadiran fisik dan simbolik Indonesia di Ambalat melalui patroli TNI AL, pembangunan fasilitas navigasi, serta eksplorasi migas oleh BUMN seperti Pertamina Hulu Energi. Aktivitas ekonomi dan sosial juga harus digalakkan untuk menunjukkan kontrol de facto Indonesia atas wilayah tersebut,” ungkap Dave menerangkan.

Komisi I, kata dia, tentu mendukung kerja sama bilateral melalui pembentukan Joint Development Authority, dengan syarat adanya kejelasan batas wilayah, serta mekanisme pengelolaan yang transparan dan adil bagi kedua negara.

“Kami di Komisi I DPR akan terus mengawal isu ini secara aktif, untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan kesepakatan yang diambil, tetap berpihak pada kepentingan nasional dan tidak melemahkan posisi Indonesia di forum internasional,” ujar politikus PartaI Golkar ini.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Malaysia, yang akrab disapa Wisma Putra, membuat pernyataan kontroversial. Mereka resmi mengumumkan bahwa Malaysia akan merujuk wilayah Blok Ambalat sebagai ‘Laut Sulawesi’.

Pernyataan ini sontak memicu tanda tanya besar di tengah hubungan bilateral yang tengah berupaya mencari jalan keluar atas sengketa maritim yang tak kunjung usai.

Keputusan ini bukanlah tanpa alasan. Jauh sebelum pengumuman resmi, Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hasan sudah menyinggung isu ini di hadapan parlemen negaranya. Ia berargumen bahwa klaim Malaysia atas wilayah tersebut diperkuat oleh beberapa hal.

Pertama, posisi maritim Malaysia di wilayah Laut Sulawesi didasarkan pada Peta Baru 1979 yang mereka klaim sebagai rujukan utama.

Kedua, putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 2002 terkait kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan dianggap semakin mengukuhkan klaim tersebut.

Komentar