Marak Beras Oplosan, Sistem Distribusi CBP Perlu Didigitalisasi

Marak Beras Oplosan, Sistem Distribusi CBP Perlu Didigitalisasi

Reza Medium.jpeg

Senin, 28 Juli 2025 – 02:00 WIB

Arsip foto - Petugas menyusun beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Medan, Sumatera Utara. (Foto: Antara).

Arsip foto – Petugas menyusun beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Medan, Sumatera Utara. (Foto: Antara).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Benar-benar memilukan, beras kebutuhan pokok rakyat sudah jadi bancakan. Bukan cuma beras premium yang dioplos, terbaru ada pengoplosan beras kualitas rendah jadi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog.

Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rizal Taufiqurragman mendorong digitalisasi rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dengan sistem pelacakan QR atau barcode yang dapat dimonitor secara publik, serta pembaruan sistem mitra Bulog, audit berkala, dan pembentukan daftar hitam pelaku oplosan harus menjadi standar kebijakan.

Dia menegaskan urgensi perubahan pendekatan dari yang bersifat reaktif berbasis razia dan inspeksi dadakan, menjadi berbasis sistem pengawasan cerdas yang terintegrasi dan forensik.

“Tanpa mekanisme sanksi administratif yang keras seperti pencabutan izin permanen dan pemiskinan korporasi pelaku praktik ini akan terus berulang dengan wajah yang berbeda,” ujar Rizal kepada wartawan di Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Rizal menegaskan, praktik pengoplosan beras dapat merusak efektivitas kebijakan pangan, menciptakan distorsi pasar, hingga membahayakan stabilitas sosial apabila dibiarkan meluas.

Dalam jangka panjang, dia mengatakan praktik ini dapat menciptakan ketidakstabilan harga dan memperbesar jurang antara regulasi dan kenyataan pasar.

“Negara harus hadir secara tegas, tidak hanya dengan retorika, tetapi dengan sistem yang mampu menutup seluruh celah penyimpangan,” ujar Rizal.

Ia menjelaskan, modus beras oplosan terus hidup karena lemahnya pengawasan pada titik distribusi akhir, tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, serta longgarnya mekanisme kontrol atas mitra distribusi Bulog.

Rizal mengatakan, pengentasan kejahatan pangan tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi, namun perlu kerja sama antarkementerian yang bersifat sistemik, bukan sekadar koordinatif, yang mana Kementerian Pertanian dan Bulog harus bersinergi membentuk sistem pemantauan mutu dan distribusi yang real-time.

Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.

Ia mengatakan operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis (24/7/2025), mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R (34).

Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP, dan kedua pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

Tersangka diduga membeli dua jenis beras bagus dan kualitas rendah (reject) di daerah Kabupaten Pelalawan. Untuk beras bagus dibeli dengan harga Rp11.000 per kg. Sedangkan beras kualitas rendah dibeli Rp6.000 per kg. Tersangka R membeli beras tersebut dari seseorang berinisial S.

Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

Topik
Komentar

Komentar