Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) menyosialisasikan kebijakan baru mengenai Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND) Versi 8.0.
Kebijakan ini dirancang untuk menjawab meningkatnya kompleksitas sengketa nama domain dan merek di era digital, termasuk kejahatan siber seperti cybersquatting dan domain hijacking.
Sosialisasi ini menjadi agenda utama dalam Seminar Nasional yang digelar PANDI bersama Markus Sajogo & Associates (MS&A Law Firm) di Surabaya, pada Kamis (14/8/2025).
Salah satu pembaruan krusial dalam PPND 8.0 adalah mekanisme mediasi yang lebih fleksibel.
Para pihak yang bersengketa kini dapat memilih satu dari tiga jalur penyelesaian: mediasi oleh mediator internal PANDI, mediasi oleh mediator eksternal yang independen, atau penyelesaian damai secara langsung.
Ketua PANDI, John Sihar Simanjuntak, mengatakan seminar ini bertujuan untuk memastikan penyelesaian perselisihan nama domain berjalan adil dan transparan. “Kebijakan PPND versi 8.0 merupakan hasil pembahasan lintas pemangku kepentingan untuk memastikan penyelesaian perselisihan berjalan adil sesuai dasar hukum yang berlaku,” ujar John.
Managing Partner MS&A Law Firm, E.L. Sajogo, menambahkan bahwa Surabaya menjadi kota pertama di Indonesia yang dipilih untuk memperkenalkan kebijakan baru yang diundangkan pada 8 Agustus lalu tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Jawa Timur, Raden Fadjar Widjanarko, menyoroti bahwa kemajuan digital juga menghadirkan risiko pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara daring.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menjaga keamanan ekosistem digital.
Seminar nasional ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk konsultan HKI, akademisi, dan praktisi hukum, serta didukung oleh delapan organisasi strategis termasuk sejumlah universitas dan perwakilan kementerian.