Sekjen Partai Demokrat Herman Khaeron mengaku prihatin dengan mencul ajakan pengibaran bendera bajak laut anime One Piece oleh sejumlah kalangan masyarakat jelang HUT ke-80 RI.
“Kita prihatin ya dengan bermunculannya bendera One Piece yang menurut saya itu tidak perlu, di tengah-tengah kita sedang membangun patriotisme dan semangat kemerdekaan yang ke-80 tahun,” ujar Kang Hero, sapaan akrabnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).
Ia menerangkan, di tengah cita-cita yang mulia di mana Indonesia menuju emas tahun 2045 seharusnya tidak perlu ada fenomena menyandingkan simbol negara dengan simbol kartun.
“Nah ini yang disayangkan dan tentu saya setuju jika ini ditertibkan, ya ditertibkan silakan itu terjemahannya aparat penegak hukum. Kita jauhkanlah dari hal-hal yang tentu melakukan agitasi dan lain sebagainya dengan cara-cara yang tidak perlu,” kata legislator Komisi VI DPR RI itu.
Kadung tertanam di benak publik bahwa pemerintah antikritik. Inilah dampak dari narasi pembangkangan. Padahal yang jadi persoalan bukan bendera One Piece, tapi ajakan yang menjurus provokasi.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan tak masalah dengan gambar dari bendera bajak laut berwarna hitam, yang merupakan lambang ikonik dari manga One Piece.
“Benderanya itu kan banyak yang suka, banyak yang menyenangi. Itu benderanya yang ada,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Dia menggarisbawahi, wacana pengibaran bendera tersebut di hari ulang tahun ke-80 Indonesia bisa memecah belah bangsa.
“Apa yang kami sampaikan kemarin adalah bendera itu digunakan oleh sebagian pihak untuk kemudian melakukan hal-hal yang menurut kita itu bisa memecah belah bangsa kita,” katanya.
Senada, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengakui, bendera One Piece hanya untuk kreativitas semata, tidak ada masalah. Namun karena momentum maraknya pengibaran ini berdekatan dengan HUT RI yang jatuh pada Agustus ini, tentu menganggu kesakralan perayaan. Dia meminta publik menjaga kesakralan itu.
“Tolonglah ini jangan dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu kesakralan. Hari ini kita berharap di 80 tahun Indonesia merdeka, apapun kondisinya sebagai bangsa kita harus bersatu padu, kita harus optimis sebagai anak-anak bangsa,” ucap Prasetyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Ia mengimbau, masyarakat dapat mencintai Indonesia apa adanya. Bila publik kecewa, kata dia, maka ekspresinya tidak mesti dengan cara mengibarkan bendera One Piece.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 telah mengatur secara jelas perihal penggunaan dan pengibaran bendera di Indonesia, khususnya bendera merah putih. UU ini juga melindungi martabat bendera negara dari tindakan yang dapat mencederai kehormatannya.
Pasal 21 dalam UU tersebut mengatur bahwa jika bendera negara dikibarkan bersama dengan bendera atau lambang lain, maka bendera merah putih wajib berada pada posisi tertinggi dan memiliki ukuran paling besar.
Selain posisi dan ukuran, UU ini juga melarang perlakuan yang merendahkan bendera negara. Bagaimana Aturan Pengibaran Bendera Negara? Pasal 66 menjadi salah satu pasal yang memiliki konsekuensi pidana tegas bagi pelanggaran terhadap bendera negara.
“Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),” demikian bunyi Pasal 66.
Dengan demikian, siapa pun yang memperlakukan bendera merah putih secara tidak hormat, atau mengibarkan bendera lain dalam posisi lebih tinggi dari merah putih, bisa dikenakan ancaman pidana jika terbukti melanggar.
Perbuatan yang terlihat sederhana, seperti memasang bendera One Piece lebih tinggi dari merah putih atau mengibarkannya tanpa menampilkan merah putih sama sekali dalam konteks peringatan kenegaraan, dapat dimaknai sebagai bentuk penghinaan terhadap lambang negara.
Simbol budaya populer memang kerap menjadi alat ekspresi baru di tengah masyarakat digital. Namun, ketika simbol itu bersinggungan dengan atribut negara, masyarakat diminta untuk tidak gegabah.
Kesadaran warga untuk tetap menempatkan merah putih sebagai lambang tertinggi negara harus dijaga, terutama saat momen sakral seperti peringatan kemerdekaan.