Ketua Dewan Administrasi Negara Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. (Foto: AFP/Sai Ang Main)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Rezim militer Myanmar melancarkan jurus baru. Mereka mengimbau kelompok-kelompok pemberontak, termasuk Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) —sayap bersenjata dari pemerintahan sipil sebelumnya— untuk segera menyerahkan senjata dan kembali ke ‘jalan yang benar’, yakni hidup damai.
Seruan ini terpampang jelas dalam laporan surat kabar milik negara, Global New Light of Myanmar, Jumat (18/7/2025).
“Dewan Administrasi Negara mengundang mereka yang terlibat dalam berbagai kelompok bersenjata, termasuk PDF, untuk kembali ke jalur hukum. Mereka yang menerima tawaran ini akan diberikan bantuan dan dukungan yang diperlukan,” demikian pernyataan pemerintah.
Tak hanya itu, ada iming-iming menggiurkan: ‘individu yang kembali bersama senjata dan amunisi akan diberikan imbalan uang tunai’. Ini jelas upaya ‘pelicin’ agar para pejuang ini mau turun gunung.
Pemerintah Myanmar mengklaim, aksi kekerasan yang dilakukan para pemberontak, ditambah perebutan kekuasaan antarkomandan, telah membuat banyak pejuang merasa kecewa dan kehilangan arah. Mereka seolah tak tahu lagi untuk apa bertempur.
‘Aksi Teror’ dan Tawaran ‘Pulang Kampung’
Pemerintah junta mengajak mereka yang kecewa terhadap perjuangan bersenjata, atau yang merasa dipaksa oleh komandan untuk melakukan ‘aksi teror’ terhadap warga sipil, agar segera menghubungi kantor pemerintahan, markas militer, atau kantor polisi terdekat untuk mendapatkan bantuan.
Bahkan, pemerintah mendorong agar para pejuang itu membawa sebanyak mungkin senjata dan amunisi saat menyerahkan diri. Semakin banyak senjata yang diserahkan, makin tebal pundi-pundi uang tunai yang dijanjikan.
Ingat, konflik sipil di Myanmar pecah setelah militer mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada 2021. Kudeta itu mengakhiri satu dekade pemerintahan sipil yang sempat memberi harapan demokrasi. Selain kelompok oposisi bersenjata seperti PDF, sejumlah pasukan bersenjata etnis juga turut terlibat dalam konflik berdarah ini.
Mampukah ‘rayuan’ amnesti dan uang tunai ini meredam gejolak perang saudara di Myanmar? Atau hanya jadi angin lalu di tengah bara api perlawanan? Kita lihat saja nanti.