Eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, mengaku kecewa atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti serta abolisi kepada terdakwa tindak pidana korupsi, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
“Saya prihatin dan kecewa ketika mendengar amnesti dan abolisi digunakan pada perkara Tindak Pidana Korupsi,” kata Novel melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (1/8/2025).
Menurut Novel, korupsi merupakan kejahatan serius dan bentuk pengkhianatan terhadap kepentingan negara. Ia menilai, pemberian amnesti dan abolisi dalam kasus ini mengandung muatan politis yang berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi.
“Ketika penyelesaian kasus Tindak Pidana Korupsi dilakukan secara politis, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi ke depan. Apalagi hal ini dilakukan di tengah praktik korupsi yang makin parah,” ucap Novel.
Ia menambahkan bahwa saat ini lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK justru sedang dilumpuhkan. Menurutnya, pemerintah dan DPR seharusnya fokus mencari cara untuk memperkuat pemberantasan korupsi secara efektif dan tegas, bukan sebaliknya.
“Bukan justru menyelesaikan perkara korupsi secara politis, dan membiarkan KPK tetap lemah,” tegasnya.
Meski demikian, Novel memiliki pandangan berbeda dalam perkara Tom Lembong. Ia menilai bahwa Tom seharusnya dibebaskan melalui pengadilan karena tidak terdapat cukup bukti yang layak untuk menuduhnya melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus importasi gula.
“Apalagi tuduhan perbuatan korupsi tersebut tidak ada kausalitas dengan kerugian negara yang dipersoalkan,” tegas Novel.
Ia menyebut, jika proses penegakan hukum dilakukan secara tidak benar dan dibiarkan begitu saja, maka hal ini akan menjadi ancaman bagi pejabat negara maupun perusahaan milik negara yang mengambil keputusan dengan itikad baik dan mengedepankan prinsip good corporate governance.
Sedangkan dalam kasus Hasto, kata Novel, perkara tersebut merupakan bagian dari rangkaian tindakan kejahatan yang melibatkan sejumlah pihak.
Beberapa di antaranya telah divonis bersalah, seperti eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, kader PDIP Saeful Bahri, dan eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Sementara tersangka utama, Harun Masiku, hingga kini masih buron.
“Alih-alih mendorong agar perkara besar yang diduga terjadi sebelum kejahatan ini dilakukan, tetapi ini justru terhadap Hasto diberikan Amnesti,” tegas Novel.
Lebih jauh, Novel menyebut bahwa penanganan perkara Hasto tidak berjalan semestinya sejak awal. Ia menyinggung Ketua KPK Firli Bahuri kala itu, yang kini menjadi tersangka dalam kasus pemerasan dalam penanganan perkara eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), sebagai pihak yang turut melumpuhkan proses hukum di KPK.
“Dan kemudian Firli Bahuri dengan perbuatan melanggar hukum dan menipulasinya (menurut Komnas HAM dan Ombudsman RI) melakukan penyingkiran sejumlah pegawai KPK dengan menggunakan mekanisme TWK, yang kemudian mereka 57 orang diberhentikan dari KPK dengan hormat,” tutur Novel.
Novel menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi ini tidak sejalan dengan komitmen Presiden yang ingin menyikat habis praktik korupsi.
“Dari penjelasan saya di atas, tentu langkah memberikan Amnesti dan Abolisi tidak sesuai dengan pidato Presiden yang akan menyikat habis praktik korupsi. Justru ini akan membuat kesan pemberantasan korupsi tidak mendapat tempat atau dukungan dari pemerintah dan DPR,” tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan keputusan memberikan amnesti kepada Hasto. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Presiden Nomor R42/Pres/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025 yang ditujukan kepada DPR RI. Dalam surat itu, Presiden mengusulkan pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa DPR telah menggelar rapat konsultasi bersama pemerintah, yang diwakili oleh Kementerian Hukum. Rapat tersebut menyetujui permohonan Presiden.
“Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti termasuk Saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Dasco dalam konferensi pers di DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Konferensi pers itu juga dihadiri oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta jajaran Komisi III DPR.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan,” tambah Dasco.
Dasco juga mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
“Surat Presiden R43/Pres/ tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi terhadap Tom Lembong. Pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujarnya.