Dugaan kartel bunga di industri pinjaman online (pinjol) atau fintech peer to peer (P2P) lending, terus digarap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Ini masalah serius karena semakin banyak masyarakat terjerat pinjol dengan bunga mencekik.
Terkait ini, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman menjelaskan, pengaturan batas maksimum bunga pinjol oleh AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia), sebelum diterbitkannya Surat Edaran OJK (SEOJK) No 19/SEOJK.06/2023, merupakan arahan OJK pada saat itu.
Dia bilang, arahan itu juga tertuang secara tertulis. “Pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi oleh AFPI, selanjutnya ditegaskan dalam surat OJK Nomor S408/NB.213/2019 tanggal 22 Juli 2019 hal Pelaksanaan Rapat Pleno dan Komunikasi Transparansi Kinerja Pinjam Meminjam dan Organisasi pada Aplikasi, Laman Web, Sistem Elektronik dan/atau Media Lain yang Dikelola Secara Resmi oleh Penyelenggara Fintech Lending,” kata Agusman, dikutip Sabtu (7/6/2025).
Dia menjelaskan, penetapan batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga tersebut ditujukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi, sekaligus membedakan pinjaman online legal (fintech lending) dengan yang ilegal (pinjaman online/pinjol).
Agusman menyampaikan, OJK mencermati dan menghormati proses hukum yang tengah dilakukan KPPU, terkait dugaan kartel bunga di industri fintech lending. Selain itu, OJK terus melakukan langkah-langkah pengawasan, antara lain penegakan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, serta evaluasi berkala atas penetapan batas manfaat ekonomi fintech lending.
“Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap fintech lending dapat terjaga dengan baik,” kata Agusman.
Sebagai informasi, dalam waktu dekat, KPPU menyebut akan menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjol dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan.
Kasus itu bermula ketika KPPU menduga adanya pelanggaran pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang pengaturan bersama penyelenggara fintech lending soal penetapan bunga. Adapun KPPU mengusut penyesuaian bunga yang terjadi pada periode 2020-2023.
KPPU menyebut, pengaturan kesepakatan harga atau bunga, tidak boleh dilakukan pelaku usaha. Pihak yang berwenang untuk menetapkan harga, adalah lembaga negara, regulator, atau pemerintah.
Dalam perkara ini, KPPU menyoroti perusahaan fintech lending yang tergabung AFPI, secara bersama-sama diduga membuat atau melaksanakan perjanjian penetapan harga atau bunga yang dikenakan ke konsumen, sebesar 0,8 persen berdasarkan pedoman asosiasi. Kemudian turun menjadi 0,4 persen pada 2021.