Pakar IT: Data Google Maps dan WhatsApp Lebih Berisiko Bocor daripada World ID

Pakar IT: Data Google Maps dan WhatsApp Lebih Berisiko Bocor daripada World ID


Di tengah kontroversi layanan Worldcoin dan World ID yang menjanjikan imbalan uang hingga Rp800 ribu hanya dengan memindai iris mata, pakar keamanan siber dan IT Alfons Tanujaya justru memberikan perspektif berbeda. Menurutnya, risiko kebocoran data biometrik World ID tidak lebih besar dibandingkan data pengguna dari layanan populer seperti Google Maps dan WhatsApp.

“Data pengguna Google Maps, Waze, WhatsApp, bahkan Microsoft Apps jauh lebih berbahaya kalau sampai bocor dan disalahgunakan,” kata Alfons dalam keterangannya kepada inilah.com, Senin (5/5/2025).

World ID: Potensi Positif Jika Dikelola Transparan

Alfons menilai bahwa World ID justru bisa memberikan manfaat besar, terutama jika sistemnya dikelola secara transparan, diaudit lembaga independen, dan menyimpan data biometrik di dalam negeri.

“Harusnya kalau dikelola dengan baik, World ID akan sangat berguna. Kalau pengelolaan datanya transparan dan memenuhi standar keamanan, ya harus diberi kesempatan,” jelasnya.

Ia mencontohkan potensi penggunaan World ID dalam mencegah penyalahgunaan identitas ganda seperti pembuatan KTP, SIM, atau paspor lebih dari sekali oleh satu orang. Bahkan, menurutnya, sistem ini bisa digunakan untuk memerangi bot dalam penjualan tiket online seperti pertandingan Timnas Indonesia, yang selama ini dikuasai koneksi otomatis.

Kontras dengan Reaksi Publik dan Pemerintah

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membekukan sementara layanan Worldcoin dan World ID di Indonesia. Alasan utama pembekuan adalah karena perusahaan pengelola lokalnya, PT Terang Bulan Abadi, belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE).

Meski demikian, Alfons mengimbau publik dan regulator untuk tidak buru-buru menghakimi layanan baru berbasis teknologi biometrik, apalagi jika sudah ada model enkripsi dan desentralisasi data yang lebih aman dibanding layanan digital yang sudah mapan.

“Kalau pemerintah sadar betapa berharganya data yang diserahkan masyarakat ke layanan-layanan seperti Meta, Google, dan Microsoft, seharusnya pendekatannya tidak sepihak ke World ID,” tegasnya.

Risiko Selalu Ada, Tapi Bisa Diminimalkan

Menurut Alfons, risiko kebocoran data memang melekat di semua sistem digital. Namun selama perusahaan penyedia layanan mampu membuktikan akuntabilitas, enkripsi, dan lokasi penyimpanan data, maka tidak seharusnya ditolak mentah-mentah.

“Data World ID dienkripsi dan disimpan terpisah. Justru data Google Maps yang dikumpulkan secara sukarela, tanpa disadari, itu lebih berbahaya kalau jatuh ke tangan yang salah,” pungkasnya.

Komentar