PDIP Pilih Jadi “Penyeimbang” Bukan Koalisi atau Oposisi, demi Kepentingan 2029?

PDIP Pilih Jadi “Penyeimbang” Bukan Koalisi atau Oposisi, demi Kepentingan 2029?


PDIP menyatakan tidak akan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo Subianto, tapi banteng moncong putih juga tak mau disebut sebagai bagian koalisi, lebih senang dengan julukan penyeimbang. Sikap abu-abu ini dinilai pragmatis, disinyalir untuk menjaga kepentingan politik jangka panjang.

Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, mengatakan pernyataan Megawati membuktikan bahwa hubungan baik tak menjamin satu perahu. Keakraban antara Megawati dan Prabowo yang sudah terjalin lama–dan makin lengket beberapa waktu belakangan, tak serta merta bisa menarik banteng ke dalam barisan koalisi.

“Tidak mesti harus serta merta ditafsirkan akan berujung pada bergabungnya PDI Perjuangan di koalisi pemerintahan Presiden Prabowo,” kata Bawono ketika dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (3/8/2025).

Bawono melihat bahwa hubungan akrab antara dua tokoh bangsa tersebut memiliki potensi yang lebih besar, menjadi bagian dari strategi politik menuju Pemilu 2029.

“Peningkatan intensitas pertemuan dan juga komunikasi politik antara kedua tokoh bangsa ini juga memiliki potensi bagi kerja sama lebih lanjut di masa depan, termasuk koalisi strategis menghadapi Pemilu 2029,” ucapnya.

Menurut Bawono, kebersamaan antara Presiden Prabowo dan Megawati Soekarnoputri selama hampir 10 bulan masa pemerintahan memang menarik untuk dicermati. Dimulai dari pertemuan keduanya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, pada 7 April lalu, hingga momen keakraban dalam peringatan Hari Lahir Pancasila yang ditandai dengan bisik-bisik dan bergandengan tangan.

“Interaksi dari kedua tokoh bangsa tersebut penuh kehangatan dan saling menghormati. Keakraban dan kehangatan antara kedua tokoh tersebut merupakan hal yang sangat positif bagi kehidupan politik ke depan,” ujarnya.

Sebelumnya, Megawati menegaskan sikap politik partainya terhadap Pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka. Ia menyampaikan PDIP tidak akan menjadi oposisi maupun bagian dari koalisi.

Pernyataan tersebut disampaikan Megawati dalam pidato politiknya saat penutupan Kongres Ke-6 PDIP di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Sabtu (2/8/2025).

“Peran kita adalah memastikan bahwa pembangunan nasional tetap pada rel konstitusi. Oleh karena itu, PDI Perjuangan tidak memosisikan sebagai oposisi dan hingga tidak semata-mata membangun koalisi kekuasaan,” kata Megawati.

Menurut Megawati, dalam sistem presidensial seperti yang dianut Indonesia, istilah oposisi dan koalisi tidak dikenal sebagaimana dalam sistem parlementer. Ia menyebut hal ini masih kerap disalahpahami.

“Demokrasi Indonesia bukanlah demokrasi blok-blokan kekuasaan, tetapi demokrasi yang bertumpu pada kedaulatan rakyat dan konstitusi,” ujarnya.

Megawati menegaskan bahwa PDIP adalah partai ideologis yang berpijak pada nilai-nilai kebenaran. Bagi PDIP, keberpihakan bukan sekadar soal berada di dalam atau di luar pemerintahan, melainkan tentang kesetiaan pada kebenaran dan moralitas politik yang diajarkan oleh Soekarno.

“Demi menjaga arah pembangunan nasional tetap berada dalam rel konstitusi dan kepentingan rakyat banyak. Kita akan mendukung setiap kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat, namun kita juga akan bersuara lantang dan bertindak tegas terhadap setiap penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila, keadilan sosial, amanat penderitaan, dan saya tambahkan, hukum yang berkeadilan,” ujar Megawati.

Ia menambahkan bahwa sebagai partai ideologis, PDIP juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi penyeimbang demi menjaga arah pembangunan nasional tetap pada jalur konstitusi dan berpihak pada rakyat. “Konstitusi itu yang paling tinggi,” tegas Presiden Ke-5 Republik Indonesia itu.

Dalam Kongres Ke-6 ini, Megawati juga kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDIP untuk periode 2025–2030. Selain pengukuhan, kongres tersebut juga mengagendakan rapat-rapat komisi untuk merumuskan arah kebijakan partai ke depan.

Komentar