Pemerintah Larangan Acara K/L di Hotel, Ekonom: Sektor UMKM dan Pariwisata Kena Getahnya

Pemerintah Larangan Acara K/L di Hotel, Ekonom: Sektor UMKM dan Pariwisata Kena Getahnya


Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan efisiensi anggaran untuk acara kementerian atau lembaga (K/L) di hotel.  

Dia mengatakan, penerapan efisiensi anggaran yang menyetop rapat atau acara pelantikan di hotel, berdampak pula ke sektor UMKM, pariwisata, hingga pembiayaan multifinance.

“Maka saya rasa pemerintah harus memikirkan ulang efisiensi di sektor terkait hotel seperti perjalanan dinas dalam negeri. Selama ini, perjalanan dinas dalam negeri masih menimbulkan dampak positif secara total,” ujar Huda kepada Inilah.com, Jakarta, Minggu (15/6/2025).

Dia menegaskan, ketika ada efisiensi dan ada pemotongan anggaran yang cukup besar untuk rapat di hotel, , maka yang paling terdampak adalah hotel. Terutama dari sisi penggunaan aula rapat yang menggerus pendapatan hotel. Terlebih saat ini, permintaan dari sisi swasta juga tertekan daya beli.

“Jadi saya rasa harus ada pertimbangan ulang. Pemerintah perlu membuka kembali anggaran untuk perjalanan dinas dalam negeri. Belanja barang berupa kunjungan ke lapangan dan acara di hotel bisa dilakukan kembali untuk mendorong sektor perhotelan dan pariwisata, terutama untuk di daerah luar jabodetabek. Ciptakan permintaan dari sisi pemerintah untuk sektor perhotelan,” kata dia.

Berdasarkan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), setelah larangan itu diterapkan, tingkat hunian hotel di beberapa daerah turun drastis hingga 40–60 persen dalam satu kuartal.

Di Sumatera Barat misalnya, asosiasi hotel melaporkan bahwa lebih dari 700 karyawan hotel dirumahkan hanya dalam waktu tiga bulan pertama kebijakan berjalan. Rapat kementerian dan pelatihan aparatur sipil negara yang biasanya menghidupkan sektor jasa lokal tiba-tiba lenyap.

Di Bali, yang biasanya mengandalkan tamu pemerintah di luar musim liburan, okupansi hotel sempat anjlok ke angka 20 persen.

Aswin Rivai, Pemerhati Ekonomi dan Dosen FEB-UPN Veteran, Jakarta, pada Senin (9/6/2025) di Jakarta, menekankan kebijakan penghematan tersebut memang akhirnya direvisi beberapa tahun kemudian, namun pelajaran pentingnya tetap relevan yaitu efisiensi yang tidak memperhitungkan efek turunan ke sektor riil bisa memukul perekonomian lokal dan menyebabkan pengangguran.

“Ini bukan efisiensi, tetapi pemindahan beban dari negara ke masyarakat. Dalam konteks ini, kebijakan semestinya mempertimbangkan multiplier effect, bukan sekadar penghematan nominal,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, secara resmi mengumumkan keputusan soal izin bagi pemda untuk kembali menyelenggarakan rapat dan kegiatan lainnya di hotel maupun restoran.

“Pemerintah memikirkan hotel dan restoran yang hidup dari agenda MICE. Selain itu, keputusan itu juga bertujuan menghidupkan para produsen yang memasok barang ke hotel dan restoran,” kata Mendagri Tito, Rabu (4/6/2025).

 

Komentar