Pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menyatakan, secara normatif pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina tidak menjadi masalah untuk tetap mengeksekusi bos organ relawan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) tersebut ke lembaga pemasyarakatan (lapas), terkait vonis 1,5 tahun kasus fitnah Wapres ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK).
“Normatifnya begitu. PK tidak menunda eksekusi, kecuali untuk pidana mati. Persoalannya kenapa hingga kini Silfester belum dieksekusi?,” ujar Huda kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Tidak segera dieksekusinya Silfester, Huda menilai, kejaksaan telah melakukan tindakan melawan hukum, karena tidak melaksanakan putusan yang telah bekekuatan hukum tetap. “Sehingga seolah-olah benar, bahwa kejaksaan berada di bawah ketiak Jokowi,” tandasnya.
Secara terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina tidak akan menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan. Silfester Matutina resmi mengajukan permohonan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2025.
“Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, di Kejagung, Senin (11/8/2025).
Sebagai informasi, Silfester terseret kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla (JK). Berdasarkan laman resmi Mahkamah Agung (MA), ia divonis 1 tahun 6 bulan dalam perkara pidana umum tahun 2019.
Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019 oleh Majelis Hakim yang dipimpin H. Andi Abu Ayyub Saleh, dengan anggota H. Eddy Army dan Gazalba Saleh.
Dalam putusan tersebut, Silfester dijerat dakwaan primer Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan subsider Pasal 310 Ayat 1 KUHP.
Kasus ini berawal dari aksi demonstrasi yang digelar Silfester di depan Mabes Polri, Jakarta, pada Senin, 15 Mei 2017. Saat itu, dalam orasinya, Silfester menuding Jusuf Kalla sebagai aktor di balik kemenangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta, dengan menggunakan isu SARA. Ia juga menuduh keluarga JK sebagai biang kemiskinan karena praktik korupsi dan nepotisme.
Namun, hingga kini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum mengeksekusinya dengan memasukkan Silfester ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani pidana.