Pengamat Politik Citra Institute Efriza meyakini adanya potensi ekonomi besar dari polemik empat pulau yang kini menjadi rebutan antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut). Keyakinan bertambah saat melihat gerak-gerik Gubernur Sumut Bobby Nasution yang dinilainya bertindak agresif dengan menawarkan untuk mengelola bersama pulau itu dengan pemerintah Aceh.
“Sinyal empat pulau itu memiliki potensi sumber daya seperti migas, kemudian dianggap layaknya ‘komoditi’ menjadi masuk akal, ini ada kepentingan dari Gubernur Sumut Bobby amat memungkinkan,” tutur Efriza kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/6/2025).
Tak bisa dinafikan, lanjut dia, di era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) soal pengelolaan migas amat ambisius dan menjadi prioritas. Hal ini menurut Efriza, juga terlihat di Pilpres 2024 lalu, dimana Wakil Presiden yang juga putera Jokowi, Gibran Rakabuming Raka juga kerap menyinggung soal Migas.
“Sekarang, Bobby juga agresif, jadi menyembul di publik akan pertanyaan yang penuh dugaan kemungkinan kepentingan Jokowi dan keluarganya akan potensi migas dari 4 pulau itu. Tapi kita persepsi ini patut dibuktikan,” ujarnya.
Dalam kasus ini, ucap dia, harus diakui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian amat gegabah, bahkan seolah menghadirkan asumsi publik yakni tak memahami hirarki perundang-undangan dan juga tak menghargai apa yang telah menjadi kesepakatan.
Alasan pertama, Keputusan Mendagri dianggap cacat formil masuk akal, sebab tak bisa Keputusan Mendagri lebih tinggi daripada UU dari segi hierarki, karena UU Nomor 24 Tahun 1956 mengenai pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan Provinsi Sumut yang diteken oleh Presiden RI Sukarno masih berlaku.
“Juga terkait kesepakatan yang diabaikan oleh Mendagri, yakni Perjanjian Helsinki yang didalamnya merujuk pula UU tersebut. Jangan sampai kasus ini akan membuka konflik baru di Aceh terhadap Pusat akibat kesewenang-wenangan dari gegabahnya Mendagri, karena tidak dihargainya kesepakatan ini,” tegasnya.
Oleh karena itu, Efriza menyebut sudah tepat dan bijaksana bila Presiden Prabowo Subianto mengambil alih kasus ini, serta perlu penyelesaian secepatnya.
“Dan patut juga Presiden Prabowo menelusuri dari proses keluarnya keputusan mendagri ini, jika terbukti kecerobohan yang karena ada kepentingan lain ‘bermain’ misalnya, patut diperhitungkan merencanakan reshuffle,” tandasnya.