Filianingsih Hendarta resmi dilantik sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2023-2028. (Foto: Antara Foto/Aditya Pradana Putra/aww).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memerlukan waktu untuk menyusun materi pemeriksaan melalui pendalaman keterangan seperti dari pemeriksaan saksi lainnya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau CSR BI, sebelum menjadwalkan ulang pemanggilan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta (FH).
Sebelumnya, Fillianingsih Hendarta tidak hadir dalam agenda pemeriksaan yang dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (19/6/2025).
“Terkait dengan Deputi Gubernur BI, kita sedang perdalam dari keterangan-keterangan yang lain,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi sekaligus Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025).
Asep meminta semua pihak menunggu hasil pendalaman yang dilakukan penyidik sebelum pengumuman jadwal pemanggilan ulang terhadap Deputi Gubernur Bank Indonesia tersebut.
“Ditunggu saja untuk tindak lanjutnya,” ucapnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa tiga saksi mangkir dari panggilan penyidik KPK pada Kamis (19/6/2025) dengan alasan sedang berada di luar negeri. Ketiganya adalah Deputi Gubernur BI Fillianingsih Hendarta (FH); Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam; serta Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran OJK.
“Saksi 1, 2, 3 (Fillianingsih, Ecky, Dolfie) berhalangan hadir karena ada kegiatan di luar negeri,” jelas Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis yang sama.
Namun, Budi enggan merinci ke negara mana ketiganya bepergian, termasuk apakah mereka berada dalam satu rombongan atau tidak. Ia menyebut informasi tersebut perlu dikonfirmasi langsung kepada penyidik.
“Nanti dicek, tapi di keterangan, ketiga saksi tersebut ada kegiatan di luar negeri sehingga tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini,” katanya.
KPK menegaskan akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap ketiganya. Namun, waktu pastinya masih belum ditentukan.
“Ya, tentunya KPK akan menjadwalkan ulang karena keterangan-keterangan dari saksi yang dijadwalkan hari ini tentu dibutuhkan penyidik untuk melengkapi keterangan-keterangan yang sudah disampaikan oleh para saksi yang diperiksa sebelumnya,” terang Budi.
Seperti diketahui, KPK tengah mengusut dugaan korupsi dalam penyaluran dana PSBI atau CSR BI. Lembaga antirasuah mencurigai adanya aliran dana suap dari program CSR tersebut kepada sejumlah anggota DPR RI, khususnya Komisi XI periode 2019–2024, termasuk Satori dan Heri Gunawan. KPK menjanjikan bakal mengumumkan para tersangka dalam waktu dekat.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dana CSR tidak disalurkan langsung kepada individu, melainkan melalui yayasan yang berafiliasi dengan anggota dewan.
“CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2/2025).
Ia menambahkan, yayasan tersebut biasanya dibentuk oleh keluarga atau kerabat anggota DPR untuk menjadi perantara aliran dana.
“Karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya. Jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelasnya.
Dana yang masuk ke rekening yayasan kemudian ditransfer ke rekening pribadi anggota DPR, baik atas nama sendiri maupun melalui nominee.
“Yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya. Ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” lanjut Asep.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membeli properti.
“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti… menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” imbuhnya.
Untuk menutupi jejak penggunaan dana, yayasan yang bersangkutan membuat laporan fiktif seolah-olah dana CSR digunakan sepenuhnya untuk kegiatan sosial.
“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya… tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan,” tutup Asep.