Pertimbangan MK Urus Gugatan PSU Harus Dibatasi Agar Punya Kepastian Hukum

Pertimbangan MK Urus Gugatan PSU Harus Dibatasi Agar Punya Kepastian Hukum


Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam menyoroti perkara gugatan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 yang tak berkesudahan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia mengingatkan MK agar tak lagi melihat ke belakang terhadap gugatan PSU dalam pertimbangan keputusannya nanti. Roy meminta MK memberi kepastian hukum agar tak merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.

“Saya pikir bahwa MK, mungkin kita mengingatkan bahwa apa yang terjadi di dalam PSU itu sebetulnya pertimbangannya tidak lagi flashback, jadi sekali lagi, melihat sebuah kecurangan yang sudah lampau, tapi mestinya dibatasi supaya ada kepastian hukum,” kata Roy dalam diskusi yang digelar di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5/2025).

Dia mengaku khawatir jika PSU terus berulang. Sebab, banyak faktor atau dampak kerugian khususnya ke pemerintahan daerah.

“Kasian kalau kemudian harus PSU ulang, faktor Apsu ya tadi yang saya gambarkan, perencanaan strategis daerah itu akan terhambat. Kalau dia terhambat, otomatis pembangunan akan terhambat, implikasi besarnya ya kembali ke masyarakat,” tuturnya.

Meski PSU itu hanya terjadi di dua atau satu Tempat Pemungutan Suara (TPS), Roy menerangkan hal itu justru mengorbankan ke seluruh pihak.

“Itu bisa mengorbankan pelayanan publik secara keseluruhan, mengorbankan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Nah disitulah penting adanya kepastian hukum dari pada gelaran PSU lagi,” jelas Roy.

Belum lagi soal anggaran, Roy menegaskan kebutuhan anggaran daerah saat ini sangat terbatas mengingat adanya kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat.

“Jadi dana transfer yang ada di negara, sekian triliun untuk daerah itu, dipotong oleh pusat, sementara anggaran pilkadanya itu adanya di dalam dana PSU,” paparnya.

“Kenapa, karena pendapatan daerah kita itu tidak cukup, saat ini ketergantungan daerah sangat tinggi 70 persen itu pendapatnya dari transfer pusat nah yang 30 persen dari daerah,” sambung Roy.

Dengan begitu, hal ini akan berdampak ke birokrasi daerah. Yang mana, daerah tidak bisa menjalankan programnya karena keterbatasan anggaran tersebut.

“Mau bikin program enggak ada anggaran, sekarang mau bikin program lagi dipotong lagi karena mau PSU lagi. Nah implikasi itu perlu jadi pertimbangan dan negara bahwa hanya yang benar-benar memang pelanggaran yang TSM di saat pemilihan lah tang perlu dipertimbangkan,” pungkasnya.

 

Komentar