Petani Tebu Belum Merdeka, Gula Rafinasi Impor Banjiri Pasar Tradisional dan Ritel

Petani Tebu Belum Merdeka, Gula Rafinasi Impor Banjiri Pasar Tradisional dan Ritel


Di tengah gemerlap peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia (RI), masih ada anak bangsa yang tak bergembira. Adalah petani tebu yang tak bisa menyembunyikan lara karena panen tebunya belum terbayar.

Gara-gara banjirnya gula rafinasi impor di pasar-pasar tradisional, termasuk ritel, sejumlah pabrik gula (PG) tak bisa menjual gula rakyat. Akibatnya, PG tak bisa membayar tebu milik petani yang sudah diolah menjadi gula konsumsi.

Padahal, gula rafinasi adalah gula khusus industri, bukan untuk konsumsi. “Ini permainan mafia gula rafinasi yang berdampak kepada kerugian petani tebu kita. Saat ini, puluhan ribu ton gula rakyat atau gula konsumsi, menumpuk di gudang milik PG. Tak terjual, kalah dengan gula rafinasi impor,” papar anggota Komisi VI DPR asal Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB), Nasim Khan di Jakarta, Minggu (17/8/2025).  

Dalam hal ini, Nasim mempertanyakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan, yakni gula, sesuai cita-cita mulia dari Presiden Prabowo Subianto.

Banjirnya gula rafinasi impor ini, menurut legislator dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur III itu, menjadi penghalang upaya mewujudkan swasembada gula.

Dia bilang, tidak ada pilihan, pemerintah harus segera menindak tegas praktik rembesan gula rafinasi impor. Alasannya itu tadi, merugikan petani tebu dalam negeri.

“Bagaimana kita bisa mencapai swasembada pangan, khususnya gula, jika mafia gula rafinasi masih leluasa bermain? Danantara maupun BUMN akan terus merugi bila terus menjadi penyangga, sementara pemerintah tidak tegas mengatasi rembesan gula rafinasi impor,” tegas Nasim.

Saat ini, kata Nasim, kondisi petani tebu semakin terpuruk. Mereka harus menanggung kerugian besar, bahkan banyak yang terpaksa menjual aset. karena kredit di bank dijaminkan dengan aset  

“Petani tebu menangis. Mereka hanya memohon pengembalian dana pembayaran yang sudah lebih dari sebulan belum diterima, padahal masa tebang masih panjang,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Nasim, sejumlah pabrik gula (PG) di Jatim bagian timur, yakni Situbondo dan Bondowoso, nyaris berhenti beroperasi. “Gudang penyimpanan mereka penuh, kualitas tebu terus menurun. Para PG itu, terpaksa menyewa gudang tambahan. Situasinya saat ini, sangat mengkhawatirkan,” tambahnya.

Nasim menegaskan, pemerintah harus cepat mengambil langkah konkret untuk membantu petani tebu dan mengendalikan tata niaga gula nasional. “Atas nama petani tebu, saya memohon kebijakan dan perhatian langsung dari Bapak Presiden Prabowo agar persoalan gula ini segera ditangani dengan tegas. Jangan biarkan petani kecil terus menjadi korban,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, puluhan ribu ton gula rakyat menumpuk di gudang sejumlah PG, karena tidak bisa dijual. Di PG Prajekan (Bondowoso), misalnya, sedikitnya 4.600 ton gula belum terjual, nilaiya sekitar Rp60 miliar. Hal yang sama terjadi di PG Assembagoes (Situbondo), sebanyak 5.000 ton gula tersimpan di gudang, nilainya sekitar Rp50 miliar.

Gula rakyat di gudang PG Panji (Situbondo), saat ini, tersimpan sebanyak 2.500 ton, nilainya sekitar Rp36 miliar. Dan PG Wringin Anom (Situbondo), sebanyak 3.900 ton gula tak terserap pasar selama delapan bulan terakhir.

“Situasi ini memunculkan kekhawatiran serius di kalangan petani tebu. Sebab, hasil panen yang sudah digiling belum dibayar, sementara beban biaya produksi terus menghimpit,” pungkasnya.

Komentar