PKB Usul Perkuat LPP untuk Lawan Algoritma Medsos, Faktanya Penikmat TV dan Radio Kian Merosot

PKB Usul Perkuat LPP untuk Lawan Algoritma Medsos, Faktanya Penikmat TV dan Radio Kian Merosot

Diana Medium.jpeg

Selasa, 22 Juli 2025 – 11:07 WIB

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Syamsu Rizal. (Foto: Dok. DPR RI).

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Syamsu Rizal. (Foto: Dok. DPR RI).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

DPR tengah menggodok RUU Penyiaran, salah satu yang menjadi usulan adalah kewenangan lembaga pemerintah yakni Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengakses sistem rekomendasi konten digital atau algoritma yang digunakan platform media sosial seperti YouTube, Meta, hingga TikTok.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKB Syamsu Rizal atau yang akrab disapa Deng Ical punya pandangan berbeda. Dia menilai, pemerintah tidak bisa mengatur algoritma media sosial, termasuk pada platform digital TikTok. Asal tahu saja, TikTok sedang jadi sorotan karena saat rapat sebelumnya menolak medsos diatur dalam RUU Penyiaran.

“Enggak, karena itu memang seperti teori jarum suntik hipodermik, kalau (kontennya) sudah sampai di masyarakat tidak bisa ditarik lagi,” ucap Deng Ical kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Selasa (22/7/2025).

Ketimbang mengatur algoritma, yang diklaimnya bisa membatas kemerdekaan masyaraka dalam mengakses informasi, disarankan agar memperkuat Lembaga Penyiaran Publik (LPP) yakni TVRI dan RRI, untuk menghasilkan konten tandingan terhadap derasnya informasi yang bersifat disinformasi bahkan hoaks, berseliweran di medsos.

“Kalau LPP-nya kuat, RRI-nya kuat, TVRI-nya kuat atau lembaga penyiaran yang lain atau yang komunitas, maka informasi yang beredar itu akan berimbang. Algoritma akan membentuk diri sendiri, karena secara sifat alamiah algoritma itu adalah kecenderungan dari orang-orang dalam mengkonsumsi informasi,” kata dia.

Sementara, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menyatakan pihaknya siap mengambil tindakan jika platform digital TikTok menolak tunduk dalam RUU Penyiaran.

“Jika dalam pembahasan ditemukan penolakan atau ketidaksesuaian terhadap prinsip regulasi yang dirumuskan, kami siap mengambil langkah resmi seperti klarifikasi terbuka dan evaluasi komitmen kepatuhan platform,” ucap Dave kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/7/2025).

Dia menilai, pemerintah Indonesia akan menyambut baik TikTok jika mau mengikuti regulasi sebagai bagian dari komitmen bersama menjaga ruang digital yang sehat dan akuntabel.

Sebelumnya, perwakilan TikTok menyatakan menolak diatur dalam RUU Penyiaran. Head of Public Policy and Government Relations TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto beralasan, TikTok merupakan platform media sosial yang berbasis user generated content (UGC), beda dengan lembaga penyiaran konvensional. Dia minta TikTok tetap diatur di level peraturan kementerian.

Hilmi menolak tegas TikTok disamaratakan dengan lembaga penyiaran konvensional karena proses pembuatan kontennya berbeda.

“Kita bersedia untuk diatur tapi memang seperti rekomendasi yang tadi disampaikan, sarana aturan tersebut sebaiknya terpisah dengan penyiaran,” kata dia, Selasa (15/7/2025).

Perkuat LPP tak Relevan

Boleh saja diusulkan untuk memperkuat LPP, tapi pertanyaannya apa akan efektif? Berdasarkan catatan TVRI sendiri yang dipublikasikan Dirutnya kala itu Iman Brotoseno, pada 2023 lalu, jumlah penonton televisi menurun sebanyak delapan persen per tahun sejak tiga tahun terakhir.

Penurunan jumlah penonton televisi itu disebabkan zaman semakin modern sehingga masyarakat mulai beralih ke saluran digital yang dapat diakses melalui internet menggunakan telepon pintar (smartphone) dengan sistem berlangganan. “Suatu saat sekitar 10 hingga 20 tahun ke depan besar kemungkinan masyarakat tidak ada lagi yang menonton melalui televisi,” ungkap Iman.

Demikian juga dengan jangkauan RRI. Dari data yang dirilis oleh wearesocial.com pada Januari 2024, menunjukkan 66,48 persen  dari total populasi Indonesia 278,7 juta orang adalah pengguna internet, dan hampir 50 persennya aktif sebagai pengguna sosial media.

Mereka juga merilis statistik terkait penggunaan media, waktu yang dihabiskan, serta konten apa saja yang paling sering dikonsumsi pengguna. Per Januari 2023 hingga Desember 2023, berdasarkan pengguna dengan rentang usia 16 – 64 tahun didapat fakta bahwa 97,8 persen orang Indonesia aktif sebagai pengguna sosial media, sementara yang mengakses internet menggunakan ponsel ada 96,2 persen.

Data selanjutnya menunjukkan, 84,6 persen orang Indonesia masih menonton televisi, lalu 84,1 persen menggunakan laptop/pc/tablet untuk mengakses internet. Kemudian, 71,0 persen pengguna mendengarkan layanan musik streaming, 70,7 persen membaca konten media online dan masih ada 65,8 persen orang yang menonton TV.

Berikutnya, ada 65,9 persen orang yang mendengarkan podcast, serta 54,7 persen masih membaca surat kabar cetak. Dan pada urutan terbawah, ada 51,1 persen orang yang masih mendengarkan radio. Dari data ini terlihat, bahwa radio bukan lagi jadi favorit orang untuk dinikmati.

Topik
Komentar

Komentar