Juru bicara DPP PKS sekaligus Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Muhammad Kholid, menolak dengan tegas wacana legalisasi tempat judi atau kasino di Indonesia untuk menggenjot Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Menurutnya, legalisasi judi bukan hanya bertentangan dengan Pancasila, konstitusi dan nilai-nilai moral dan keagamaan, tetapi juga menciptakan kerugian sosial dan ekonomi yang jauh lebih besar, daripada potensi penerimaan negara yang dihasilkan.
“Penerapan legalisasi judi mungkin akan sedikit meningkatkan penerimaan negara melalui pajak. Tetapi, biaya sosial dan ekonomi akibat legalisasi judi sangat besar dan merusak kehidupan masyarakat,” tegas Kholid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Berbagai studi internasional menunjukkan dampak sosial dari perjudian sangat signifikan. Ia kemudian mengutip dalam The Social and Economic Impacts of Gambling (2011), para peneliti dari Canadian Consortium for Gambling Research menyoroti perjudian meningkatkan risiko kriminalitas, masalah kesehatan mental, kekerasan dalam rumah tangga, serta penurunan produktivitas ekonomi masyarakat.
Dia bilang, jika dampak-dampak ini ditaksir secara kasar, setara dengan satu hingga tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), maka dalam konteks Indonesia dengan PDB sekitar Rp19.000 triliun. Kholid menyebut, potensi kerugian sosial ekonomi akibat legalisasi judi dapat berkisar antara Rp190 triliun hingga Rp570 triliun per tahun.
“Angka ini tentu kontekstual, tetapi menjadi sinyal kuat bahwa industri judi lebih banyak membawa dampak destruktif daripada manfaat ekonomi yang dijanjikan,” ujar dia.
Sementara itu, menurut ekonom Earl L. Grinols dalam bukunya Gambling in America: Costs and Benefits (2004), studi berbasis data Amerika Serikat menemukan setiap 1 dolar penerimaan negara dari legalisasi judi menimbulkan kerugian sosial sebesar 7 hingga 10 dolar.
“Jika perputaran uang judol di Indonesia diperkirakan mencapai Rp150 triliun per tahun dan negara bisa memungut pajak 10 persen, maka potensi penerimaan negara hanya sekitar Rp15 triliun. Namun, jika kita ikuti estimasi kerugian sosial seperti yang terjadi di banyak negara lain, maka biaya yang harus ditanggung masyarakat bisa mencapai Rp105 hingga Rp150 triliun per tahun. Ini jelas bukan pilihan rasional,” ujar dia.
Adapun isu ini bermula, saat sejumlah objek baru penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah diusulkan oleh para anggota dewan di Komisi XI DPR. Mereka pun mencontohkan objek baru PNBP yang dapat dimaksimalkan termasuk jasa atau layanan di sektor pariwisata hingga ke sumber daya alam baru nonminyak dan gas bumi.
Pembahasan ini diusulkan oleh Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita saat rapat kerja dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan di Komisi XI DPR pada Kamis (8/5/2025).
“Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino, coba negara Arab jalanin kasino, maksudnya mereka kan out of the box gitu kementerian dan lembaganya,” kata adik dari Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Galih berpendapat, UEA memiliki kemiripan dengan Indonesia karena sama-sama bergantung dengan sektor sumber daya alam (SDA) untuk setoran PNBP. Selain UEA, pengenaan kasino sebagai objek baru PNBP juga telah dilakukan oleh pemerintah Thailand.