Polemik Ijazah Jokowi Makin Seru, Megawati Kini Ikut Bersuara

Polemik Ijazah Jokowi Makin Seru, Megawati Kini Ikut Bersuara


Bisa-bisa hubungan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri makin memanas. Pasalnya, Ketum PDIP itu sudah mulai ikut bersuara soal polemik tuduhan ijazah palsu.

Megawati menyarankan Jokowi untuk menunjukkan ijazahnya agar tak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Dia mengatakan, jika ijazahnya benar, tunjukkan saja ke publik agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.

Yo orang banyak kok sekarang gonjang-ganjing urusan ijazah, bener opo nggak?” ujarnya dalam acara peluncuran buku ‘Pengantar Pemahaman Konsepsi Dasar Sekitar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)’ di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).

Menurut Megawati, menunjukkan ijazah bukan hal yang sulit. “Ya kok susah amat ya, kan kalau di ijazah betul gitu, kasih aja, ‘ini ijazah saya’ gitu loh,” ujarnya lagi.

Asal tahu saja, perseteruan keduanya mencuat pada tahun 2023 dan tak dimungkiri bagaikan drama yang menarik perhatian banyak pihak, dari politikus hingga kalangan akar rumput. Pasalnya, konflik di antara keduanya memberikan warna dan dampak cukup signifikan terhadap dinamika perpolitikan di Tanah Air, bahkan setelah Pilpres 2024 selesai.

Jokowi dan Megawati sejatinya berada di rumah besar yang sama yaitu PDIP. Oleh karena itu, konflik itu sebuah ironi. Mengingat relasi politik Megawati-Jokowi selama lebih dari satu dekade terakhir sudah menghadirkan sebuah simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan di antara keduanya.

Tanpa Megawati dan PDIP, Jokowi mungkin tak akan muncul sebagai wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta hingga presiden dua periode. Di sisi lain, PDIP dan Megawati juga sangat terbantu kehadiran sosok Jokowi. Sebab, seiring kesuksesan Jokowi di pilpres, PDIP memenangi Pemilu 2014 dan 2019. Sementara, sosok Megawati yang mengalami dua kali kekalahan di Pilpres 2004 dan 2009 kembali menunjukkan taringnya dalam memimpin sebuah partai besar.

Namun, arah politik yang berbeda terkait Pilpres 2024 diduga kuat menjadi pemicu keduanya tak lagi sejalan. Faktor terbesar akibat Jokowi lebih memilih mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.

Jokowi Pilih Serahkan Ijazah ke Polisi

Sebelum Megawati angkat bicara, pihak Jokowi sudah menegaskan sikap untuk tidak mau menunjukkan ijazahnya ke publik, memilih menyerahkan ke polisi. Sebanyak dua ijazah telah diserahkan untuk diteliti oleh Polri terkait tuduhan ijazah palsu. Kuasa hukum Yakup Hasibuan bilang, kliennya juga siap untuk dimintai keterangan bila memang dibutuhkan.

“Tentunya siap (diperiksa), tapi kami semua kembali lagi menyerahkannya kepada pihak kepolisian. Jika nanti penyelidik melihatnya seperti apa, tentunya kami akan kooperatif dan tentunya Pak Jokowi siap dan dibuktikan hari ini, ijazah aslinya dibawakan langsung,” kata Yakup di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (9/5/2025).

Yakup menjelaskan ada dua ijazah yang diserahkan, yakni ijazah SMAN 6 Solo dan ijazah dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM). Ijazah itu dibawakan langsung oleh adik ipar Jokowi Wahyudi Andriantodan ajudan pribadi Jokowi, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah. Dia menuturkan, kedua ijazah tersebut akan diuji secara forensik untuk membuktikan keasliannya.

“Nah ini sekarang kami juga menyerahkannya kepada pihak penyelidik untuk melakukan apa yang harus dilakukan sesuai dengan hukum acara. Sehingga nanti setelah selesai infonya kami akan diberitahukan dan nanti kita biarkan penyelidikan berjalan sebagaimana mestinya,” tambah Yakup.

Sebelumnya, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) melaporkan dugaan ijazah palsu Jokowi. Aduan itu kini tengah diusut oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Kemudian, penyelidikan juga berdasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/39/IV/RES.1.24./2025/Dittipidum tanggal 9 April 2025 atas pengaduan Eggi Sudjana.

Dalam proses penyelidikan, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyebut telah memeriksa 31 saksi. Diantarannya saksi dari pengadu, rektor, rekan SMA dan kuliah Jokowi, dan lainnya. Djuhandhani menjelaskan, proses penyelidikan sudah berjalan 90 persen. Sebanyak 10 persen sisanya adalah hasil dari labfor atas dokumen-dokumen yang diuji forensik.

Kepentingan Publik vs Keamanan Data Pribadi

Pemerhati hak privasi dan perindungan data pribadi, Sidi Ahyar Wiraguna menyoroti polemik ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, polemik ini mencerminkan adanya tarik-menarik antara hak individu (privasi) dan kepentingan publik (transparansi).

“Jokowi sebagai mantan presiden berhak membela reputasinya, tetapi masyarakat juga berhak mempertanyakan integritas pemimpinnya,” kata Ahyar saat dihubungi, Jakarta, Minggu (11/5/2025).

Ia menekankan bahwa kebenaran harus diungkap secara proporsional, tanpa mengorbankan keadilan bagi pihak yang dituduh. Ditegaskan, kepastian Hukum dan perlindungan data secara hukum telah termaktub dalam UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan KUHP tentang perlindungan privasi sekaligus menjamin proses hukum bagi pelaku penyebaran informasi palsu.

“Jika tuduhan ijazah palsu terbukti fitnah, pelapor bisa dijerat Pasal 14 UU No. 1/1946 atau Pasal 45A UU ITE. Namun, jika ada indikasi pelanggaran data pribadi (seperti penyebaran dokumen tanpa izin), Jokowi berhak mengajukan gugatan,” ucapnya.

Ia mengatakan, status Jokowi sebagai mantan presiden tidak menghilangkan hak hukumnya, tetapi juga tidak boleh memberi kekebalan terhadap pemeriksaan. Ia mendorong agar kepolisian bekerja independen, mengutamakan bukti, bukan tekanan politik.

“Polemik ini memperlihatkan polarisasi masyarakat yang kerap mempolitisasi isu pribadi. Tuduhan tanpa bukti—seperti kasus Umar Kholid—merusak iklim diskusi sehat. Di sisi lain, respons lambat Jokowi selama ini bisa dimaknai sebagai strategi menghindari eskalasi konflik,” ucapnya.

Komentar