Polemik Larangan Suporter Tandang: FIFA tak Mengatur, Indonesia yang Melarang

Polemik Larangan Suporter Tandang: FIFA tak Mengatur, Indonesia yang Melarang


Kembalinya Super League 2025/2026 disambut antusias. Namun, kebijakan larangan suporter tandang kembali memicu perdebatan.

PSSI dan I.League selaku operator kompetisi menyebut aturan ini sejalan dengan arahan FIFA demi alasan keamanan. Tetapi, bagi pengamat dan komunitas suporter, alasan tersebut dianggap mengada-ada.

Faktanya, FIFA tidak pernah mengatur secara spesifik larangan suporter tandang. Meski begitu, federasi dan operator liga tetap bersikeras menjalankan regulasi kontroversial ini.

“Ya, sebenarnya secara implisit kan sudah jelas,” ujar Direktur Utama I.League, Ferry Paulus, saat membuka gelaran Super League di Surabaya. Ia menambahkan, pasca-Tragedi Kanjuruhan 2022, FIFA memberi pedoman perbaikan kepada PSSI dan I.League. Salah satunya diwujudkan dengan larangan suporter tamu hadir di stadion.

Kritik Suporter: Narasi Sepihak

Bagi kelompok suporter, penjelasan Ferry tidak masuk akal. Firza Richsan, pendukung fanatik Persib Bandung, menilai Ferry lebih sibuk menciptakan narasi daripada menyampaikan solusi.

“Kalau memang ada surat resmi FIFA, kenapa tidak dipublikasikan? Bukan sekadar narasi lisan yang sulit diverifikasi,” kata Firza.

Firza juga menyinggung insiden di laga Persib vs Persis musim lalu di Stadion GBLA, yang disebut Ferry sebagai pemicu larangan. Padahal, kasus pitch invasion dan perusakan stadion juga terjadi di negara lain, termasuk Jerman saat Hamburg SV promosi ke Bundesliga. Namun, FIFA tidak menjatuhkan sanksi larangan suporter tandang di sana.

“Tidak ada sanksi dari FIFA terhadap Hamburg. Penanganannya dilakukan oleh federasi Jerman (DFB), bukan FIFA,” ujarnya.

Tuduhan Akal-akalan

Selain kritik suporter, pengamat sepak bola Akmal Marhali menuding kebijakan ini hanya akal-akalan PSSI untuk mendulang denda.

“LIB harus punya sikap. Jangan sampai aturan ini justru jadi ladang mencari uang dari pelanggaran,” kata Akmal.

Menurutnya, I.League tidak konsisten. Operator sempat merancang kategorisasi risiko pertandingan—tinggi, sedang, rendah—sebagai dasar pelonggaran aturan. Namun, kebijakan tersebut tak kunjung jelas.

“Awalnya katanya bisa dibagi zonanya. Tapi ujungnya dilarang lagi. Plin-plan dan abu-abu,” tambah Akmal.

Laga Berjalan Aman

Meski aturan masih berlaku, sebagian suporter tetap nekat hadir. Pada laga pembuka Super League 2025/2026 antara Persebaya dan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora Bung Tomo, sejumlah suporter tamu terlihat di tribun.

Pertandingan dihadiri petinggi I.League, PSSI, hingga Kemenpora. Laga berlangsung aman, bahkan suporter Persebaya dan PSIM duduk berdampingan. Gol tunggal Pulga Vidal yang membawa PSIM menang 1-0 pun tidak menimbulkan kericuhan.

Polemik larangan suporter tandang menegaskan adanya gap antara regulasi operator dengan harapan publik sepak bola. Selama dasar hukumnya tak transparan, aturan ini akan terus dipandang sebagai kebijakan sepihak, penuh kontroversi, dan rawan disalahgunakan.

Komentar