Potensi Rusak Citra Institusi, Polri Mesti Transparan Tuntaskan Kasus Denny Indrayana

Potensi Rusak Citra Institusi, Polri Mesti Transparan Tuntaskan Kasus Denny Indrayana


Akademisi bidang hukum Rorano meminta aparat penegak hukum (APH) khususnya kepolisian untuk transparan menerangkan perkembangan kasus dugaan korupsi yang melibatkan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana.

Dalam diskusi yang bertajuk Carut Marut Penegakan Hukum Polri dalam Kasus Denny Indrayana, ia menyebut citra kepolisian bisa rusak jika kasus ini dibiarkan tanpa ada kejelasan. Apalagi, kasus ini sudah mangkrak selama 10 tahun lamanya.

“Di satu sisi sebenarnya saya mau bilang, bahwa ini sangat krusial bagi institusi kepolisian. Kalau Polri misalnya tidak bisa menangani ini dengan baik, maka ini juga akan berdampak ke arah kepercayaan publik terhadap Polri sendiri,” kata Rorano di kawasan Jakarta Timur, Sabtu (14/6/2025).

Ia mengaku heran dengan kinerja kepolisian yang tak ada kejelasan soal kasus ini. Mengingat, sebelum akhirnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya, hal ini pernah ditangani di Mabes Polri.

“Nah ini jadi PR bagi Kapolri saya kira, kita harus minta Kapolri untuk membuka ini secara transparan, apa yang terjadi sebenarnya, sehingga kenapa kasus ini yang tadinya ada di mabes Polri, kemudian sekarang digeser ke polda, tapi sampai hari ini juga belum bisa diselesaikan.  Ada apa sebenarnya? Nah itu yang harus semangat-semangat doang, supaya transparansi itu bisa dilakukan,” tuturnya.

Rorano menegaskan, selain hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap APH, mau tidak mau institusi ini akan dianggap sebagai lembaga atau alat politik saja.

“Karena dianggap polisi itu bukan lagi menjadi alat negara untuk penindakan hukum, tetapi bisa jadi, kepolisian itu sudah jadi alat politik di dalam, kalau istilah politiknya itu, semacam menjebak orang, jadi dia dijadikan sebagai salah satu alat untuk menjebak orang saja, karena persoalan kepentingan politik dan sebagainya, dia dijadikan tameng untuk kepentingan politiknya dan sebagainya, nah itu yang tidak boleh dilakukan,” tegas Rorano.

10 Tahun Kasus Denny Indrayana Mangkrak

Dketahui, Denny Indrayana ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi payment gateway pada 2015 silam. Ketika itu, Polri masih dipimpin oleh Jenderal Badrodin Haiti. Denny dianggap berperan menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway.

Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

“Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan pada Rabu 25 Maret 2015 .

Penyidik memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar) Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem itu.

Anton mengatakan, Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

Manuver Denny dalam kasus ini, sambung Anton, kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan.

Atas perbuatannya dia dijerat dengan Pasal 2 ayat 2, Pasal 3 dan Pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
 

Komentar