Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut tak ada yang salah dari pernyataan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon, terkait pangkat jenderal kehormatan yang diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
“Sejauh ini saya tidak menemukan hal yang salah dari pernyataan Fadli Zon. UU Nomor 34 Tahun 2004 memang tidak dilanggar, justru karena UU itu tidak mengatur apapun terkait pemberian pangkat secara istimewa,” ujar Fahmi kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Ia menyebut keputusan pemberian pangkat secara istimewa ini, sepenuhnya di dasarkan pada UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
“Di UU itu ada istilah pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa. Disebutkan dalam Pasal 33, kenaikan pangkat secara istimewa atau pengangkatan secara istimewa itu adalah salah satu hak yang menyertai (privilege) pemberian tanda kehormatan bintang militer oleh negara,” ucap dia.
Keistimewaan ini, lanjut dia, merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan dari negara kepada penerima tanda kehormatan bintang militer. Dalam hal ini, Prabowo sudah memegang empat tanda kehormatan bintang militer utama, yaitu bintang yuda dharma utama, bintang kartika eka paksi utama, bintang jalasena utama, dan bintang swa buwana paksa utama.
“Penganugerahan empat tanda kehormatan bintang militer utama pada Prabowo dalam statusnya sebagai Menhan, ini sudah cukup sebagai dasar pemberian pangkat istimewa kepada beliau, sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2009,” tandasnya.
Sebelumnya, Fadli Zon menegaskan kenaikan pangkat jenderal yang diterima Prabowo adalah hal yang wajar dan bukan pertama kalinya. Ia menyebut pemberian tanda kehormatan ini sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan, khususnya Pasal 33.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI ini juga menyatakan, pemberian tanda kehormatan ini tak bisa dikaitkan dengan motif politik mengingat, Presiden Jokowi memberikannya pasca Pemilu 2024.
“Jadi enggak ada sesuatu yang istimewa dalam hal ini dan menurut saya pak Prabowo memang sangat pantas dan berhak untuk mendapatkan tanda jenderal kehormatan tersebut,” tutur dia kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Diketahui, pemberian pangkat ini sempat dikritik pengamat sekaligus akademisi militer dan intelijen, Connie Rahakundini Bakrie. Melalui akun Instagram pribadinya, ia mempertanyakan beberapa hak. Setahu dirinya UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI belum pernah diubah, sehingga tak ada pernyataan mengenai, kenaikan pangkat bagi purnawirawan.
“Juga setahu saya belum ada perubahan atau pembaharuan pada UU Nomor 20 Tahun 2009, di mana di dalamnya dinyatakan kenaikan pangkat kehormatan, hanya dapat diberikan kepada prajurit dan perwira aktif,” tuturnya, dikutip di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Ia juga menyebut hingga saat ini pun belum ia temukan apakah memang dalam beberapa hari terakhir, ada semacam rapat estafet dewan alias Wanjakti, untuk membahas kenaikan pangkat ini.
“(Rapat) yang diciptakan RI 1 khusus seperti saat pasal dalam MK hendak ‘disulap’ khusus bagi Gibran sehingga ‘Wanjakti’ itu menginginkan Panglima dan Kastaff (kepala staf) untuk melanggar UU di atas?,” ucap dia.
Connie menekankan, patut dicatat Wanjakti hanya berlaku untuk pergerakan pangkat perwira aktif. “Jadi yang harus kita pertanyakan adalah dasar dari keputusan RI 1 yang hanya beliau sendiri yang bisa menjawabnya?” tegasnya.
Leave a Reply
Lihat Komentar