Putusan MK Ubah Arsitektur Pemilu, Perlu Dudukan Hukum untuk Mengeksekusinya

Putusan MK Ubah Arsitektur Pemilu, Perlu Dudukan Hukum untuk Mengeksekusinya


Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio menyatakan, partainya memahami betul bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat. Tapi tak bisa juga dieksekusi asal-asalan, perlu ada revisi UU Pemilu sebagai dudukan hukumnya.

“PAN akan mendorong percepatan revisi terhadap UU Pemilu agar selaras dengan putusan MK. Ini penting supaya tidak terjadi kekosongan hukum,” ungkap Eko kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Minggu (6/7/2025).

Eko memahami adanya desakan agar DPR segera mengeksekusi putusan ini, tetapi harus dimengerti juga, pemisahan pemilu tak sesepele itu karena putusan bernomor 135/PUU-XXII/2024 sejatinya mengubah fondasi kepemiluan.

“Ini tentu akan mengubah seluruh arsitektur dan tata kelola pemilu kita, dan membutuhkan dasar hukum yang jelas agar implementasinya tertib dan terencana,” ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini PAN sedang berkoordinasi dengan fraksi-fraksi lain di DPR, untuk mendiskusikan mekanisme pembahasannya, apakah akan dilakukan melalui panitia khusus (pansus) atau panitia kerja (panja).

“Tapi biasanya, karena ini menyangkut revisi besar, kecenderungannya akan dibawa ke pansus. Nantinya, sikap resmi Fraksi PAN akan disampaikan secara tertulis dalam forum DPR,” tuturnya.

Eko menyebut, di internal PAN pun juga sedang dipersiapkan langkah-langkah strategis untuk menyesuaikan dengan konsekuensi teknis dari putusan MK ini.

“Baik dari sisi pemenangan, struktur organisasi, maupun kesiapan logistik politik di daerah. Sekali lagi, kami menghargai langkah konstitusional ini dan akan menjalankannya, dengan sungguh-sungguh demi menjaga kepastian hukum dan kualitas demokrasi kita,” tandasnya.

Sebelumnya, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan, suka atau tidak, DPR dan pemerintah wajib menindaklanjutinya.

Ia menyatakan, pemisahan pemilu nasional dan lokal bukan barang baru yang patut dihebohkan. Titi menyebut, wacana pemisahan juga pernah disinggung Badan Keahlian DPR, hingga sempat masuk Prolegnas 2020.

Hanya saja, Titi melanjutkan, pada 2021 RUU Pemilu dicabut dari prolegnas, sehingga sampai Pemilu 2024 selesai dilaksanakan, tidak ada revisi. Kemudian, Perludem mengajukan judicial review (JR) ke MK terkait pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal.

“Tindak lanjut putusan MK, kami serahkan ke pembentuk Undang-Undang. Tentu, kami berharap DPR dan pemerintah segera menindaklanjuti putusan tersebut. Putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga harus dilaksanakan,” kata Titi, Jumat (4/7/2025).

Berdiri bersama Titi, pengamat hukum tata negara Bivitri Susanti melawan derasnya arus kritik. Menurutnya, suara sumbang yang sedang nyaring-nyaringnya, menandakan terusiknya kepentingan partai-partai koalisi pendukung pemerintah, disinyalir terkait keinginan Presiden RI Prabowo Subianto mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

“Kenapa untuk yang ini mereka heboh banget. Padahal enggak bisa ditolak, artinya ada kepentingan yang terganggu. Ada dua sebab, pertama ekonomi-politik dan kedua karena Prabowo ingin sekali pemilihan gubernur kembali ke DPRD, artinya nanti agenda itu jadi rusak,” ucap Bivitri kepada Inilah.com, Jumat (4/7/2025).

Komentar